Bahanpangan yang berasal dan hewan seperti daging, susu, telur dan ikan dalam keadaan segar adalah kelompok bahan pangan yang paling mudah rusak (perishable foods ). Dalam waktu beberapa jam saja pada suhu kamar, jika tidak segera dimasak, bahan pangan dari kelompok ini akan rusak atau busuk.
Q Tehnik dasar pengolahan bahan pangan/makanan dapat dibedakan menjadi dua tehnik, yaitu . answer choices. Pengolahan makanan rebus, dan pengolahan makanan kukus. Tehnik pengolahan makanan basah, dan tehnik pengolahan makanan kering. Tehnik pengolahan makanan panas, dan tehnik pengolahan makanan kering.
Pengeringandengan cara penjemuran dibawah sinar matahari merupakan suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat, sehingga pengeringan dengan cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang iklimnya panas dan kering. Bahan yang dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan lalat.
Denganpengeringan, bahan menjadi lebih tahan lama disimpan, volume bahan lebih kecil, mempermudah dan menghemat ruang pengagukutan, mempermudah transportasi, dan biaya produksi menjadi murah. Prinsip pengeringan adalah proses penghantaran panas dan massa yang terjadi secara serempak. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan
Pengemasanmemegang peranan penting didalam pengawetan dan penyimpanan, hal ini dikarenakan pengemasan UH Pengolahan Setengah Jadi 8 Genap. DRAFT. 5th grade. 68 times. Education. 61% average accuracy. 15 days ago. sitiagustina125_85445. 0. Save. Edit. Edit. UH Pengolahan Setengah Jadi 8 Genap DRAFT. 15 days ago. by sitiagustina125_85445.
Blogini secara umum akan membahas tentang Ilmu Gizi yang berkaitan dengan kesehatan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa gizi sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Seseorang dapat menjadi sehat, tumbuh normal, cerdas, aktif dsb karena peranan dari zat gizi itu sendiri. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya mengabaikan salah satu cabang ilmu ini yaitu Gizi. Let's your food be your
. Penanganan Pascapanen Jagung Firmansyah, M. Aqil, dan Yamin Sinuseng Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan yang masih tinggi. Hasil survei menunjukkan bahwa kadar air jagung yang dipanen pada musim hujan masih tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin Firmansyah et al. 2006. Adanya nilai tambah dari produk olahan jagung seperti minyak jagung dan produk olahan lainnya yang dilaporkan berdampak positif bagi kesehatan manusia menyebabkan bergesernya penggunaan biji jagung dari pemenuhan konsumsi ternak menjadi konsumsi manusia dan ternak. Perubahan pola konsumsi tersebut menuntut adanya perbaikan proses pascapanen jagung untuk menghasilkan biji yang aman dikonsumsi, baik oleh manusia maupun ternak. Hal ini mendasari dikeluarkannya UndangUndang No. 7 tahun 1996 tentang keamanan pangan. Beberapa negara seperti Cina, Malaysia, dan Singapura telah memberlakukan standar mutu yang sangat ketat untuk produk jagung Warintek 2007. Untuk itu diperlukan teknologi penanganan pascapanen jagung, terutama di tingkat petani, untuk menghasilkan produk yang lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar bebas. Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan penyimpanan sebelum dijual ke pedagang pengumpul. Ke semua proses tersebut apabila tidak tertangani dengan baik akan menurunkan kualitas produk karena berubahnya warna biji akibat terinfeksi cendawan, jagung mengalami pembusukan, tercampur benda asing yang membahayakan kesehatan. Tulisan ini membahas penanganan pascapanen jagung yang meliputi pemanenan, penjemuran/pengeringan, pemipilan, pengemasan, penyimpanan, dan standardisasi mutu jagung. 364 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan PROSES PASCAPANEN Cakupan Kegiatan Proses pascapanen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen, mulai dari pemanenan sampai menjadi produk yang siap dikonsumsi. Rangkaian kegiatan tersebut disajikan pada Gambar 1. Permasalahan Jagung mempunyai banyak permasalahan pascapanen yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan kerusakan dan kehilangan. Permasalahan antara lain adalah Susut Kuantitas dan Mutu Kehilangan hasil jagung pada pascapanen dapat berupa kehilangan kuantitatif dan kualitatif. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan. Keamanan Pangan Penundaan penanganan pascapanen jagung berpeluang meningkatkan infeksi cendawan. Penundaan pengeringan paling besar kontribusinya dalam meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bisa mencapai di atas 50%. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin yang bersifat mutagen dan diduga dapat menyebabkan kanker esofagus pada manusia Weibe and Bjeldanes 1981. Toksin yang dikeluarkan oleh cendawan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan ternak. Salah satu cara pencegahannya adalah mengetahui secara dini kandungan mikotoksin pada biji jagung. Ketersediaan Sarana Prosesing Permasalahan lain dalam penanganan pascapanen jagung di tingkat petani adalah tidak tersedianya sarana prosesing yang memadai, padahal petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kadar air biji di atas 35%. Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi prosesing yang tepat, baik dari segi peralatan maupun sosial dan ekonomi. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 365 Panen Aktivitas Penentuan waktu panen, pemungutan hasil, pengumpulan, pengangkutan Pengupasan Aktivitas Pelepasan kulit, pemisahan jagung yang baik dan yang rusak Pengeringan Aktivitas Angkut tongkol ke tempat pengeringan, pengeringan dan pemrosesan hasil pengeringan Pemipilan Aktivitas Memipil tongkol, memisahkan biji dari kotoran, memproses jagung pipilan kering Penyimpanan Aktivitas Menyimpan biji dalam ruang penyimpanan untuk mempertahankan mutu Pengangkutan Aktivitas Pengeringan biji dan pemindahan untuk proses selanjutnya Klasifikasi & standarisasi mutu Gambar 1. Kegiatan panen dan penanganan pascapanen jagung. 366 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan PEMANENAN Waktu panen menentukan mutu biji jagung. Pemanenan yang terlalu awal menyebabkan banyaknya butir muda sehingga kualitas dan daya simpan biji rendah. Sebaliknya, pemanenan yang terlambat menyebabkan penurunan kualitas dan peningkatan kehilangan hasil akibat cuaca yang tidak menguntungkan atau serangan hama dan penyakit di lapang. Jagung yang siap dipanen biasanya ditandai dengan daun dan batang tanaman mulai mengering dan berwarna kecoklatan. Selain itu, juga dapat diketahui dari adanya lapisan hitam pada pangkal biji jagung black layer. Apabila pada pangkal biji sudah ditumbuhi lebih dari 50% lapisan hitam, maka tanaman sudah masak fisiologis. Petani di sejumlah daerah memanen jagung setelah umur panen tercapai daun dan batang jagung telah berwarna coklat. Pemanenan jagung bergantung pada lokasi, jenis lahan, dan ketersediaan teknologi. Panen tongkol umum dilakukan petani pada lahan tadah hujan atau lahan kering. Perbedaannya, pada lahan kering, petani langsung memanen jagung bersama tongkolnya dengan kelobot relatif basah karena dipanen pada musim hujan. Kadar air biji pada kondisi tersebut berkisar antara 30-35% dan adakalanya mencapai 40%. Pemanenan tongkol pada lahan sawah tadah hujan, kadar air biji sudah agak rendah, yaitu 25-30%. Tongkol kemudian diangkut ke tempat pengumpulan untuk dianginanginkan beberapa saat, lalu dikupas, dan dikeringkan. Batang tanaman ditebang untuk dijadikan pakan atau tetap dibiarkan di lapang. Cara panen tongkol di lapang dilakukan oleh umumnya petani jagung di Sulawesi Selatan, baik pada lahan kering, lahan sawah tadah hujan maupun lahan sawah irigasi. Penebangan batang pada saat panen dilakukan dengan parang dan memerlukan waktu 155,5 jam/orang/ha atau 19,4 HOK dengan masa panen delapan jam/hari. Pengupasan kelobot dilakukan oleh tenaga wanita dengan waktu kerja 131,2 jam/orang/ha atau 16,4 HOK/ha. PENGERINGAN Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air biji jagung agar aman disimpan. Kadar air biji yang aman untuk disimpan berkisar antara 12-14%. Pada saat jagung dikeringkan terjadi proses penguapan air pada biji karena adanya panas dari media pengering, sehingga uap air akan lepas dari permukaan biji jagung ke ruangan di sekeliling tempat pengering Brooker et al. 1974. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 367 Pengeringan diperlukan sebelum pemipilan untuk menghindari terjadinya biji pecah. Untuk itu, kadar air biji harus diturunkan menjadi 30%. Cara pemipilan dengan tangan banyak dilakukan untuk penyediaan benih. Kerugian dari cara ini adalah memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan banyak tenaga kerja, mencapai 9 HOK/ha. Cara lain yang banyak dilakukan petani untuk memipil jagung pada saat kadar air biji masih tinggi adalah dengan memasukkan jagung ke dalam kantung, kemudian didiamkan selama 24 jam, lalu jagung yang masih berada di dalam kantung tersebut dipukul-pukul. Cara pemipilan dengan bantuan alat sederhana ini menyebabkan banyak biji yang rusak, terutama pada saat kadar air biji masih tinggi. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 377 Pemipilan dengan alat sederhana yang lain adalah menggunakan alat gosok berupa papan kayu yang dipasangi paku sebagai alat pencongkel biji jagung agar terlepas dari tongkolnya. Kapasitas kerja alat gosok berkisar antara 8-12,5 kg/jam/operator pada kondisi kadar air biji >25% dengan persentase biji rusak 6-9%. Alat pemipil jagung yang mudah dipindah-pindah mobile dengan tenaga gerak manusia Ramapil telah dikembangkan oleh Balitkabi. Menyerupai becak, silinder perontok biji digerakkan dengan cara mengayuh. Kapasitas kerja Ramapil 400-500 kg jagung tongkol/jam. Alat pemipil jagung rancang bangun Balitkabi terdiri atas tiga tipe, yaitu tipe dengan tenaga penggerak putar tangan, tipe dengan tenaga penggerak injak, dan tipe dengan tenaga penggerak kayuh pedal. Masing-masing alat mempunyai kapasitas kerja 191,9 kg/jam/orang laki-laki untuk tenaga gerak putar tangan, 114,9 kg/jam/orang wanita dengan tenaga gerak kayuh pedal. Pemipilan secara Mekanis Beberapa alat pemipil jagung bertenaga gerak enjin atau motor listrik telah dibuat oleh bengkel alat dan mesin pertanian di pedesaan, industri lokal, lembaga penelitian, dan perguruan tinggi. Sebagian besar alat pemipil yang ada di pasar saat ini hanya cocok untuk pemipilan jagung dengan kadar air 5,0 cm adalah 1,1 t/jam. Untuk jagung tongkol berdiameter 25 cm masing-masing 1,3 t dan 0,8 t/jam. Efisiensi pemipilan SENAPIL mencapai 99,96% dengan tingkat kerusakan biji 6% pada kadar air 15,5% basis basah Tastra 1996. Balitsereal telah memodifikasi mesin pemipil model PJ-M1 yang dilengkapi dengan komponen pengayak Gambar 8. Komponen pengayak tersebut dimaksudkan untuk memisahkan biji jagung dengan serpihan tongkol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa biji jagung yang dipipil dengan PJ-M1 telah memenuhi persyaratan SNI pada kadar air biji 15% saat pemipilan. Biaya pemipilan dengan mesin pemipil model PJ-M1 lebih murah Rp 25/kg dibanding mesin pemipil yang digunakan oleh umumnya petani Rp 30/kg. Tabel 6. Kinerja pemipil jagung model PJ-M1 Balitsereal. Alat Standar mutu SNI** pemipil Uraian Manual Kapasitas kerja 20 kg/jam/org Biaya pemipilan Rp 50/kg Kualitas pipilan • Biji pecah % • Biji tidak terpipil % • Kotoran % - Alsin di tingkat petani PJ-M1* M1 M2 M3 1 t/jam Rp 30/kg 1,4 t/jam Rp 25/kg - - - 3,7 4,2 6,5 0,2 0,1 0,2 1,0 1,0 2,0 1,0 3,0 2,0 * Saat dipipil kadar air biji 15% ** M1, M2, M3 = Mutu 1, Mutu 2, Mutu 3 Sumber Subandi et al. 2003 Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 379 Gambar 8. Alsin pemipil jagung model PJ-M1-Balitsereal Subandi et al. 2003. PENYIMPANAN Fasilitas penyimpanan sangat diperlukan di sentra produksi jagung yang letaknya jauh dari industri pakan dan pangan. Adanya fasilitas yang memadai akan membantu petani dalam mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. Dalam proses penyimpanan, biji jagung masih mengalami proses pernafasan dan menghasilkan karbondioksida, uap air, dan panas Champ and Highley 1986. Apabila kondisi ruang simpan tidak terkontrol maka akan terjadi kenaikan konsentrasi air di udara sekitar tempat penyimpanan, sehingga memberikan kondisi ideal bagi pertumbuhan serangga dan cendawan perusak biji. Pengaruh negatif lanjutan dari kenaikan suhu dan konsentrasi uap jenuh udara adalah meningkatnya proses respirasi dengan akibat sampingan makin meningkatnya suhu udara di ruang penyimpanan, yang akan mempercepat proses degradasi biji. Penyimpanan jagung dapat berlangsung lama tanpa menurunkan kualitas biji apabila terjadi keseimbangan kondisi simpan antara kelembaban udara relatif lingkungan dengan kandungan air biji pada kondisi suhu tertentu. Penelitian menunjukkan bahwa pada suhu ruang simpan 28ºC, kelembaban udara nisbi 70%, dan kadar air 14%, biji jagung masih mempunyai daya tumbuh 92% setelah disimpan selama enam bulan, sedangkan pada suhu simpan 38ºC daya tumbuh benih menurun menjadi 81%. 380 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan Harga jagung umumnya rendah pada musim panen raya karena produksi yang berlebihan. Petani tidak dapat menunda penjualan jagungnya, karena tidak memiliki fasilitas penyimpanan yang memadai. Mereka umumnya menyimpan jagung dalam jumlah kecil, untuk keperluan benih dan konsumsi keluarga. Alat penyimpan berupa silo Gambar 9 dari kayu yang berlapis seng di dinding bagian dalamnya dengan kapasitas satu ton dapat menyimpan benih/biji jagung sampai delapan bulan dan terhindar dari serangan kumbang bubuk Sitophilus zeamays Tabel 7. Daya berkecambah benih masih di atas 80% setelah disimpan selama delapan bulan. Dengan menyimpan selama beberapa bulan saja, petani akan memperoleh tambahan pendapatan karena harga jagung biasanya meningkat beberapa bulan setelah panen raya. Sebelum disimpan, biji/benih sebaiknya dikemas terlebih dahulu dalam kantung plastik, kemudian baru disimpan dalam fasilitas penyimpan yang terbuat dari bahan kayu atau multiplek. Gambar 9. Alat penyimpanan biji/benih jagung yang terbuat dari kayu berlapis seng Baco et al. 2000. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 381 Tabel 7. Populasi kumbang bubuk S. zeamays per 250 g biji jagung pada beberapa alat penyimpanan. Populasi S. zeamays ekor/250 g biji Alat simpan Silo kayu berlapis seng Silo asbes Jerigen plastik Karung jumbo plastik Cara petani tongkol berkelobot 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 8 bulan 0 0 0 0 0 0,50 4 0 0 7,25 1 5,25 0 2,75 12 0 0,75 0 0 13,75 0 3,50 0 0 6 Sumber Baco et al. 2000 STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI MUTU JAGUNG SNI telah menetapkan standar mutu untuk produk jagung, baik untuk pangan maupun pakan. Penetapan standar mutu jagung dilakukan berdasarkan berbagai kriteria seperti warna dengan ketentuan dan penggunaan sebagai berikut Wa r n a - Jagung kuning apabila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna kuning - Jagung putih apabila sekurang-kurangnya 90% bijinya berwarna putih Penggunaan - B e n i h - Nonbenih Klasifikasi dan penentuan standar mutu jagung dibagi atas dua persyaratan yaitu persyaratan umum dan khusus Warintek 2007. Syarat umum standar mutu jagung • • • • Bebas dari hama penyakit Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida Memiliki suhu normal Syarat khusus standar mutu jagung dapat dilihat pada Tabel 8. Beberapa negara, seperti Cina, Malaysia, dan Singapura telah menerapkan standar batas maksimum mikotoksin dalam biji jagung seperti disajikan pada Tabel 9. 382 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan Tabel 8. Syarat khusus mutu jagung menurut SNI. Mutu Parameter Kadar air maksimum % Butir rusak maksimum % Butir warna lain maksimum % Butir pecah maksimum % Kotoran maksimum % I II III IV 14 2 1 1 1 14 4 3 2 1 15 6 7 3 2 17 8 10 3 2 Sumber Warintek 2007 Tabel 9. Standar batas maksimum kandungan mikotoksin pada biji jagung di beberapa negara. Negara Batas Cina Malaysia Singapura Indonesia Sumber Darmaputra maksimum ppb mikotoksin 20 35 bahan pangan 5 2005 DAFTAR PUSTAKA Baco, D., M. Yasin, J. Tandiabang, S. Saenong, dan Lando. 2000. Penanggulangan kerusakan biji jagung oleh hama S. zeamays dengan berbagai alat/cara penyimpanan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 191-5. Brooker, Bakker., and Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A VI Publishing Co. Inc, West Port. USA. Champ, and Highley. 1986. Technological change in postharvest handling and transportation of grains in humid tropics. The International Seminar, Bangkok, Thailand. 10-12 September 1986. Dharmaputra, O. S. 2005. Kontaminasi mikotoksin pada bahan pangan dan pakan di Indonesia. Makalah disampaikan pada Simposium Mikotoksin dan Mikotoksis. Jakarta, 30 Juli 2005. Dharmaputra, I. Retnowati, Purwadaria, and M. Sidik. 1996. Survey on postharvest handling, A. flavus infection, and aflatoxin contamination of maize colleted from farmers and traders. In Champ and E. Highley Eds.. Bulk handling and storage of grain in Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 383 the humid tropics. Proc. of an International Workshop held at Kuala Lumpur, Malaysia, 6-9 October 1987, p. 58-68. Firmansyah, S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-15. Firmansyah, S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2005. Proses pascapanen untuk menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 20-25. Firmansyah, S. Saenong, B. Abidin, Suarni, Y. Sinuseng, F. Koes, dan J. Tandiabang. 2004. Teknologi pascapanen primer jagung dan sorgum untuk pangan, pakan, benih yang bermutu dan kompetitif. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-35. Handerson, and Perry. 1982. Agricultural process engineering. Third edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut. Lando, dan B. Prastowo. 1990. Penelitian penampilan perontok multikomoditi. Hasil Penelitian Mekanisasi dan Teknologi. 1093-101. Muda, I. Abas, Nour, and R. Abdullah. 1988. Sealed storage of milled rice under carbon dioxide. In Champ and E. Highley Eds.. Bulk handling and storage of grain in the humid tropics. Proc. of an International Workshop held at Kuala Lumpur, Malaysia, 6-9 October 1987, p. 189-196. Muhlbauer, W. 1983. Drying of agricultural products with solar energi. Procedings of Technical Consultstion of European Cooperative Network on Rural Energy, Tel. Aviv, Israel. 329-36. Prabowo, A., Y. Sinuseng, dan IGP. Sarasutha. 2000. Evaluasi alat pengering jagung dengan sumber panas sinar matahari dan pembakaran tongkol jagung. Hasil Penelitian Kelti Fisiologi. Balitjas, Maros. Prastowo, B,. I Sarasutha, Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan Anasiru. 1998. Rekayasa teknologi mekanis untuk budi daya tanaman jagung dan upaya pascapanennya pada lahan tadah hujan. Jurnal Engineering Pertanian 5239-62. Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong, W. Wakman, M. Mejaya, Firmansyah, dan Suryawati. 2003. Highligth Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 14-16. 384 Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan Syarief, R. dan J. Kumendong. 1997. Penanganan panen dan pascapanen jagung dalam rangka peningkatan mutu jagung untuk industri/ ekspor. Seminar Temu Teknis Badan Pengendali Bimas, Departemen Pertanian. Jakarta, 27 Pebruari 1997. Tastra, 1996. Pemipil jagung “SENAPILâ€, komponen paket supra insus dan pemacu agroindustri dan agribisnis jagung di pedesaan lahan kering. Monograf Balitkabi No. 1-1996. Warintek. 2007. Jagung zea mays, klasifikasi dan standar mutu. www. p. 1-3. Weibe, and Bjeldanes. 1981. Fusarium, a mutagen from fusarium monoliforne grown on corn. Journal of Food Science 24. p. 14-24. Firmansyah et al. Penanganan Pascapanen Jagung 385
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 147 pISSN 20885369 eISSN 26139952 DOI PEMETAAN RANTAI PASOK DAN ANALISIS NILAI TAMBAH KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN TANAH LAUT SUPPLY CHAIN MAPPING AND ADDED VALUE ANALYSIS OF CORN COMMODITIES IN TANAH LAUT REGENCY R. Rizki Amalia٭, Nina Hairiyah, Nuryati Program Studi Agroindustri Politeknik Negeri Tanah Laut Jl. A. Yani Km. 6 Desa Panggung Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut *Email korespondensi Diterima 06-10-2020, diperbaiki 03-11-2020, disetujui 13-11-2020 ABSTRACT Kabupaten Tanah Laut is one of the districts in South Kalimantan Province which has the largest of corn production compared to other districts. Based on data from the Office of Horticultural Food Crops and Plantation of Tanah Laut Regency, it was found that the production of corn commodities from 2017 to 2019 increased. This happens because the demand for corn commodities continues to increase every year. In addition, in Tanah Laut Regency, two large animal feed companies have been established that require corn as the main raw material. The magnitude of this potential makes it necessary to identify entities through supply chain mapping so that the added value of each entity can be determined. The purpose of this research was to map the supply chain and analyze the added value of corn commodity supply chain in Tanah Laut Regency. The research method used in analyzing the supply chain is descriptive analysis using purposive sampling and snowball sampling to obtain in-depth and objective information. Meanwhile, value added analysis uses the Hayami results showed that there were three supply chain entities to reach consumers, namely farmers, small collectors, and large collectors. Meanwhile, the results of the analysis of the added value of each entity obtained the highest value, namely the large collectors with a value added ratio of 87% of Rp. 783, small collectors with a ratio of of Rp. 699, and farmer entities of with a value of Rp. 671, This is because the treatment of corn commodities in each entity is different. Keywords Added value, supply chain mapping, corn commodities ABSTRAK Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki produksi jagung terbesar dibandingkan Kabupaten Lainnya. Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut diperoleh bahwa produksi komoditas jagung dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 meningkat. Hal ini terjadi karena permintaan komoditas jagung terus meningkat setiap tahun. Selain itu, di Kabupaten Tanah Laut telah berdiri dua perusahaan besar pakan ternak yang membutuhkan bahan baku utama jagung. Besarnya potensi tersebut membuat perlunya dilakukan identifikasi entitas melalui pemetaan rantai pasok sehingga nilai tambah pada setiap entitas dapat diketahui besarannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan rantai pasok dan menganalisis nilai tambah rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut. Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis rantai pasok adalah analisis deskriptif menggunakan puposive sampling dan snowball sampling untuk memperoleh informasi secara mendalam dan obyektif. Sedangkan analisis nilai tambah menggunakan metode 148 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 Hayami. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga entitas rantai pasok untuk sampai ke konsumen yaitu yaitu petani, pengumpul kecil, dan pengumpul besar. Sedangkan hasil analisis nilai tambah setiap entitas diperoleh nilai tertinggi yaitu pada pengumpul besar dengan rasio nilai tambah 87% sebesar Rp. pengumpul kecil dengan rasio 86, 4% sebesar Rp. entitas petani sebesar 86,13% dengan nilai Rp Sedangkan tingkat keuntungan yang diperoleh entitas petani sebesar 67,82%, pengumpul kecil sebesar 68,76%, dan pengumpul besar sebesar 71,22%. Hal ini karena perlakuan pada komoditas jagung pada setiap entitas berbeda. Kata Kunci Komoditas jagung, nilai tambah, pemetaan rantai pasok PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas pangan kedua setelah padi dan dapat ditemukan di berbagai pelosok daerah Indonesia seperti di Provinsi Kalimantan Selatan. Penghasil komoditas jagung terbesar lebih dari 50% dari seluruh Provinsi Kalimantan Selatan berada di Kabupaten Tanah Laut. Selain itu, terdapat dua perusahaan besar yang bergerak dalam pengolahan pakan ternak dengan menggunakan bahan baku utama jagung. Berdasarkan Data Dari Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut, pada tahun 2017 produksi jagung di Kalimantan Selatan mencapai ton. Sedangkan pada tahun 2018 dan 2019 terus mengalami peningkatan produksi yaitu berturut turut sebesar ton dan ton. Hal ini terjadi karena banyaknya permintaan bahan baku jagung dari perusahaan untuk pembuatan pakan ternak. Petani biasanya menjual komoditas ke pelaku agroindustri seperti pemasok, pengumpul ataupun konsumen. Hubungan antara setiap pelaku agroindustri ini akan membentuk rantai pasok. Sistem rantai pasok akan berjalan lancar apabila adanya kepastian jumlah pasokan bahan baku dan jumlah permintaan komoditas jagung. Rantai pasok merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan untuk mencapai suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas dalam rantai pasok melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran kuantitas bahan dengan sistem terkoordinasi yang terdiri dari organisasi, informasi, aktivitas dan sumber daya manusia yang terlihat secara bersama-sama memindahkan suatu produk atau jasa dari pemasok kepada pelanggan. Permintaan jagung akan terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan dan kemajuan industri pakan ternak sehingga perlu adanya upaya peningkatan produksi komoditas jagung melalui sumber daya manusia, sumber daya alam, ketersediaan lahan, dan teknologi yang digunakan. Jagung yang khusus dijadikan sebagai pakan ternak biasanya dikeringkan terlebih dahulu agar harganya lebih tinggi dibandingkan jagung yang memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini akan memberikan nilai tambah yang menyebabkan petani meningkatkan produksi dan dapat meningkatkan pendapatan petani Noviantari, 2015. Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen. Nilai tambah pada setiap entitas rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut Marimin dan Slamet, 2010. Pemetaan rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut belum teridentifikasi dengan jelas sehingga nilai tambah pada setiap entitas belum diketahui besarannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perancangan konsep dengan menggunakan pola pemetaan rantai pasok yang diharapkan dapat menentukan pola aliran rantai pasok dan nilai tambah komoditas jagung pada setiap entitas di Kabupaten Tanah Laut Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 149 METODE Penelitian dilakukan pada setiap entitas rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Pengumpulan data berupa data primer yang bersumber dari setiap entitas yang berhubungan dengan rantai pasok komoditas jagung. Sedangkan data sekunder bersumber dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, internet serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tema penelitian. Data primer yang diperlukan adalah data kualitatif dan kuantitatif mengenai pelaku/ entitas pada struktur rantai pasok, nilai tambah setiap entitas pada rantai pasok. Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada berbagai entitas rantai pasok berdasarkan pertanyaan yang sudah direncanakan agar hasil wawancara sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode pengumpulan data dengan cara melakukan penelusuran rantai pasok yang dimulai dari tingkat petani sampai ke konsumen. Sampel dipilih secara purposive dari tiap entitas petani dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi. Petani yang dipilih adalah petani yang direkomendasikan oleh Dinas Hortikultura Tanaman Pangan dan Perkebunan di setiap kecamatan. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak petani yang berasal dari lokasi penelitian minimal 5 petani sehingga diperoleh informasi mengenai entitas peta rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut. Analisis rantai pasok ini mengacu pada penelitian Amalia dkk. 2017 yaitu menggunakan analisis deskriptif dimana metode ini digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai objek penelitian. Sedangkan analisis nilai tambah yang digunakan pada kajian rantai pasok ini adalah metode Hayami Tabel 1. Analisis ini digunakan berdasarkan keunggulan metode Hayami untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok, yang terdiri atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya. Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana K = Kapasitas produksi B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja H = Harga output h = Harga bahan baku L = Nilai input lain nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Rantai Pasok Rantai pasok komoditas pertanian sedikit berbeda dengan rantai pasok non pertanian. Hal ini karena sifat komoditas pertanian mudah rusak, proses penanaman sampai proses pemanenan tergantung terhadap iklim dan musim, adanya variasi ukuran dan bentuk hasil panen sehingga faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam rantai pasok komoditas pertanian untuk mendapatkan sistem rantai pasok yang komprehensif, efektif, efisien, dan berkelanjutan Furqon, 2014. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pemetaan rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut seperti yang terlihat pada Gambar 1. 150 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 Tabel 1. Perhitungan Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Koefisien Tenaga Kerja Langsung HOK/kg UpahTenaga Kerja Langsung Rp/HOK Penerimaan dan Keuntungan b. Rasio nilai tambah % 11b = 11 a / 10 x 100% a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg b. Pangsa tenaga kerja langsung % 12b = 12a / 11a x 100% b. Tingkat keuntungan % 13b = 13a / 10 x 100% Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi a. Pendapatan tenaga kerja langsung % 14a = 12a / 14 x 100% b. Sumbangan input lain % 14b = 9 / 14 x 100% c. Keuntungan perusahaan % 14c = 13a / 14 x 100% Sumber Marimin dan Maghfiroh 2010 Gambar 1. Peta rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut Berdasarkan Gambar 1 terdapat 3 entitas pada rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut yaitu petani, pengumpul kecil dan pengumpul besar. Petani jagung merupakan penyedia bahan baku berupa jagung. Hasil panen komoditas jagung ini ada yang dijual ke kelompok tani, pengumpul kecil, pengumpul besar dan juga langsung ke konsumen. Pada proses penjualannya petani biasanya langsung menjual komoditas jagung ini tanpa mensortir terlebih dahulu. Petani jagung di Kabupaten Tanah Laut tersebar di hampir seluruh kecamatan yaitu Kecamatan Batu Ampar, Panyipatan, Pelaihari, Jorong, Bajuin, Takisung, Kurau, Bati-bati, Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 151 Tambang Ulang dan Kintap. Pengumpul kecil merupakan pemasok yang membeli jagung ke beberapa petani. Pengumpul kecil ini biasanya pemasok perorangan dan juga ada yg berkelompok seperti kelompok tani jagung yang aktivitasnya tidak hanya mengikuti Program Pemerintah tetapi juga ikut melakukan penjualan jagung ke pengumpul besar. Pengumpul kecil biasanya melakukan penyortiran bahan baku dengan memisahkan produk yang kualitasnya baik dengan yang rusak kemudian bahan baku tersebut dijual ke pengumpul besar. Harga bahan baku yang sudah dipisahkan berbeda tergantung dari ukuran dan bentuk fisik jagung. Pengumpul besar merupakan pemasok yang mengambil bahan baku baik dari petani dan pengumpul kecil. Semua bahan baku tersebut kemudian disortir kembali untuk memisahkan bahan baku yang kualitasnya baik dan tidak layak. Bahan baku yang kualitasnya baik dilakukan proses pengeringan agar kadar air jagung rendah sehingga sesuai dengan standar mutu yang diinginkan konsumen sesuai dengan SNI 01-4483-1998 yaitu maksimum 14%. Jika bahan baku lebih dari 14% biasanya harga bahan baku menjadi lebih murah di konsumen. Konsumen merupakan perusahaan pakan ternak yang ada di Kabupaten Tanah Laut. Konsumen mendapatkan bahan baku jagung tidak hanya dari pengumpul besar tetapi melalui beberapa entitas rantai pasok seperti Gambar 1 diantaranya 1. Peta aliran rantai pasok 1 merupakan aliran rantai pasok yang memiliki lintasan paling pendek yaitu dari petani konsumen. Pada pola aliran ini petani merupakan penyedia bahan baku sekaligus biasanya sebagai pengumpul besar sehingga bahan baku bisa langsung dijual ke konsumen dalam jumlah besar. Hubungan antara petani dan konsumen memiliki hubungan kerjasama melalui sistem kontrak sebagai pemasok bahan baku jagung. Hal ini dilakukan untuk melancarkan proses produksi pakan ternak. Menurut Saputra dkk. 2017 hubungan antara petani dan konsumen atau produsen dan perusahaan adalah adanya hubungan kemitraan atau kerjasama melalui kesepakatan kontrak dimana komitmen harus saling memuaskan dan menumbuhkan saling ketergantungan. Rantai pasok yang paling terpendek menguntungkan bagi petani dibandingkan dengan rantai pasok yang panjang. Bubun dkk. 2018 menyatakan bahwa manajemen rantai pasok yang baik adalah dimana rantai pasok tersebut dapat memangkas rangka rantai pasok, sehingga petani dapat langsung memiliki akses terhadap konsumen dan menjual produknya dengan harga yang relatif tinggi. Persentase petani yang menjual hasil jagung langsung ke konsumen sangat sedikit yaitu berkisar 7%. Hal ini karena petani ini juga sebagai pengumpul besar yang harus memiliki modal besar untuk mengeringkan jagung agar sesuai dengan kesepakatan kerjasama dengan konsumen. 2. Peta aliran rantai pasok 2 yaitu petani pengumpul besar konsumen. Pada lintasan ini pengumpul besar mendapatkan pemasokan bahan baku dari beberapa petani yang selanjutnya disortir dan dikeringkan terlebih dahulu sehingga kadar airnya rendah untuk langsung dijual ke konsumen. Menurut Firmansyah 2009 kadar air biji jagung yang yang beredar di masyarakat khususnya petani jagung rata-rata masih memiliki kadar air yang tinggi yaitu sekitar 25-35% sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, sementara dalam kebutuhan industri kadar air biji jagung maksimal 14%. Proses pengeringan merupakan satu-satunya cara untuk menurunkan kadar air jagung hingga mencapai standar, sehingga pengeringan menjadi bagian yang terpenting dalam memproduksi jagung berkualitas Arsyad, 2018. Selain itu, pengumpul besar biasanya memberikan informasi mengenai harga dan permintaan bahan baku serta modal kepada petani baik berupa uang tunai 152 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 ataupun sarana yang dimanfaatkan untuk proses usaha tani. Hal ini sesuai dengan Husnarti 2017 yang menjelaskan bahwa pengumpul berperan dalam pemberian modal pada petani dan berperan juga dalam memberikan informasi tentang harga dan permintaan produk pertanian. Persentase petani yang menjual produk jagung melalui pengumpul besar sekitar 29%. Biasanya petani dalam lintasan rantai pasok ini memiliki lahan yang luas sehingga pengumpul besar memberikan pinjaman modal dengan kesepakatan penjualan jagung harus melalui pengumpul besar tersebut. 3. Peta aliran rantai pasok 3 ini merupakan aliran rantai pasok terpanjang dibandingkan lintasan yang lain dimana dimulai dari petani pengumpul kecil pengumpul besar konsumen. Pengumpul besar mendapatkan pemasokan bahan baku jagung dari beberapa petani, beberapa pengumpul kecil termasuk juga kelompok tani. Harga jual jagung dari petani ke pengumpul kecil dan kelompok tani yaitu Rp. kg. Sedangkan pengumpul kecil/ kelompok tani menjual jagung ke pengumpul besar seharga Rp. Sedangkan pengumpul besar menjual jagung ke konsumen sebesar Rp. Walaupun aliran rantai pasok ini panjang, namun ada sebagian besar petani menjual produknya ke pengumpul kecil kelompok tani sehingga hasil keuntungan yang diperoleh kelompok tani akan dibagikan juga ke petani-petani yang masuk dalam anggota kelompok tani. Menurut Djiwandi 1994 dalam Nuryanti dan Swastika 2011, kelompok tani merupakan organisasi yang dapat dikatakan berfungsi penting sebagai wadah pembinaan petani yang tergabung di dalamnya, sehingga dapat memperlancar pembangunan pertanian. Kelompok tani yang aktivitasnya juga sebagai pengumpul kecil berada di Kecamatan Panyipatan. Petani yang menggunakan lintasan ini paling banyak yaitu sekitar 64% karena biasanya petani yang menggunakan lintasan ini memiliki lahan pertanian yang sempit, kekurangan modal usaha, lebih mudah menjual produk karena biasanya lokasi pengumpul kecil berada dekat dengan petani. Marimin dan Maghfiroh 2010 menyatakan lintasan yang paling efektif adalah lintasan yang paling pendek yaitu lintasan pertama dari konsumen langsung ke produsen karena bahan baku yang dihasilkan oleh produsen langsung ke konsumen tanpa ada perantara sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar. Namun sebagian besar petani biasanya tetap melalui lintasan yang lebih panjang karena selain adanya kontrak dengan pengumpul, hasil panen juga langsung dibawa oleh pengumpul sehingga hasil panen tidak rusak ketika proses penyimpanan. Menurut Kambey dkk. 2016, penjualan melalui pengumpul lebih menguntungkan dibandingkan dijual sendiri ke konsumen karena pengumpul biasanya membeli komoditas jagung per lahan milik petani. Nilai Tambah Konsep nilai tambah terjadi karena adanya perlakuan input pada komoditas. Perlakuan ini dapat berupa proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan, distribusi dan lain lain dalam suatu proses produksi yang menyebabkan terjadinya nilai tambah pada komoditas tersebut Marimin dan Maghfiroh, 2010. Setiap entitas baik petani, pengumpul kecil dan pengumpul besar memiliki nilai tambah yang berbeda sesuai dengan perlakuan terhadap input komoditas jagung. Perbedaan nilai tambah komoditas jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 153 Tabel 2. Analisis Nilai Tambah Pada Setiap Entitas Rantai Pasok Komoditas Jagung Berdasarkan Tabel 2, rasio nilai tambah setiap entitas berbeda karena adanya perlakuan komoditas jagung yang berbeda. Rasio nilai tambah pada entitas pengumpul besar lebih besar yaitu 87% dengan nilai Rp. 783. 840,- dibandingkan dengan pengumpul kecil 86,4% dengan nilai Rp. dan petani 86,13% dengan nilai Rp. Perlakuan bahan baku jagung pada petani rata-rata setelah dipanen dilakukan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Biasanya penjemuran dilakukan sehari atau 2 hari. Jika cuacanya mendung, jagung hanya disimpan dan menunggu pengumpul kecil mengambil bahan baku. Hal ini menyebabkan kadar air komoditas jagung di tingkat petani masih tinggi yaitu di atas 14%. Kondisi penanganan seperti ini sangat rentan menyebabkan kerusakan pada biji jagung dan penurunan kandungan gizinya Widaningrum dkk., 2010. Pengumpul kecil memberikan perlakuan berupa sortasi atau pemilahan produk yang mengalami penurunan mutu. Mutu tersebut dilihat dari segi fisik yaitu berupa ukuran dan kerusakan mekanis. Adapun kerusakan mekanis bisa berupa susut berat, memar, cacat, kotor, terdapat butiran pecah, dan perubahan warna karena mulai terjadi pembusukan Kristanto, 2008 dalam Hasnani, 2019. Menurut Amalia dkk. 2018 kerusakan mekanis dalam rangkaian kegiatan di rantai pasok perlu diperhatikan, karena dapat menjadi titik awal bagi kerusakan-kerusakan lain seperti kimiawi dan mikrobiologi. Setelah itu beberapa pengumpul langsung mengemas komoditas jagung dengan karung dan menjual komoditas ke pengumpul besar. 154 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 Pengumpul besar juga melakukan sortasi terlebih dahulu dengan melakukan pemilahan produk yang mutunya baik dengan produk yang mulai mengalami penurunan mutu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas terbaik sesuai permintaan konsumen. Jagung yang kualitasnya baik dilakukan pengeringan menggunakan mesin dryer sehingga pengeringannya tidak tergantung cuaca. Jagung yg dikeringkan berupa jagung utuh dan dan jagung pipil. Pengeringan ini dilakukan untuk menurunkan kadar air jagung sesuai dengan standar SNI yaitu 14%. Menurut Widaningrum dkk. 2010 kadar air yang tinggi menjadi penyebab tumbuhnya jamur dan menyebabkan tingginya kerusakan pada biji jagung. Selain nilai tambah, pada Tabel 2 terdapat tingkat keuntungan yang diperoleh setiap entitas. Keuntungan pada entitas petani yaitu sebesar 67,82%, sedangkan pada pengumpul kecil keuntungan yang diperoleh sebesar 73,67%. Keuntungan yang paling besar berada pada entitas pengumpul besar yaitu 76,30%. Berdasarkan hasil keuntungan ini pemasaran yang paling baik pemasaran pengumpul besar ke konsumen karena harga jual produk relatif lebih tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh juga lebih tinggi Bubun dkk., 2018. KESIMPULAN Pemetaan rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut terdiri dari 3 tiga entitas yaitu petani, pengumpul kecil dan pengumpul besar. Sedangkan aliran rantai pasok yang terjadi pada pemetaan rantai pasok yaitu rantai pasok 1 yang dimulai dari petani langsung ke konsumen. Rantai pasok 2 yaitu dari petani ke pengumpul besar dan ke konsumen. Sedangkan rantai pasok 3 yaitu dimulai dari petani, pengumpul kecil, pengumpul besar dan ke konsumen. Nilai tambah yang dihasilkan dari setiap entitas rantai pasok berbeda sesuai dengan perlakuan terhadap komoditas tersebut. Rasio nilai tambah yang paling tinggi adalah pengumpul besar 87%, pengumpul kecil 86,4%, dan petani 86,13%. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Politeknik Negeri Tanah Laut yang telah memberikan dana Penelitian Dosen Dana DIPA PD3 Tahun 2020 dengan No. Kontrak 016/ DAFTAR PUSTAKA Amalia, R. R., Hairiyah N, Nuryati. 2017. Pemetaan Rantai Pasok Buah Naga di Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Seminar Nasional Riset Terapan. ISSN 2341-5662 Amalia, R. R., Hairiyah N, Nuryati. 2018. Analisis Kerusakan Mekanis dan Umur Simpan Pada Rantai Pasok Buah Naga Di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Industria Jurnal Teknologi dan Manajemen Industri 7232-41. Arsyad M. 2018. Pengaruh pengeringan terhadap laju penurunan kadar air dan berat jagung Zea mays L. untuk varietas bisi 2 dan NK22. Jurnal agropolitan 51 44-52. Bubun, Sukardi, Suparno O. 2018 . Kinerja Rantai Pasok Kedelai Di Kabupaten Grobongan. Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen 41 32-42. Firmansyah IU. 2009. Teknologi Pengeringan dan Pemipilan untuk Perbaikan Mutu Benih Jagung Studi Kasus di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Serealia Balai Penelitian Tanaman Serealia. ISBN 978-979-8940-27-9. Furqon C. 2015. Analisis Manajemen dan Kinerja Rantai Pasokan Agribisnis Buah Stroberi di Kabupaten Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 155 Bandung. IMAGE Jurnal Riset Manajemen 32 109-126. Hasnani S., Jamaluddin P., Ratnawaty F. 2019. Pengaruh Teknik Penyimpanan terhadap pengendalian Aflatoksin Jagung Zea Mays L selama penyimpanan. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 5S37 – S47. Husnarti. 2017. Pedagang Pengumpul di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Pertanian Faperta UMSB 11 1-8. Kambey Kawet L., Sumarauw 2016. Analisis Rantai Pasokan Supply Chain Kubis di Kelurahan Rurukan Kota Tomohon. Jurnal Emba, 45303-408 Marimin dan Magfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Rantai Pasok. IPB Press. Bogor. Marimin dan Slamet 2010. Analisis Pengambilan Keputusan Manajemen Rantai Pasok Bisnis Komoditi dan Produk Pertanian. Jurnal Pangan, 192 169–188. Noviantari K., Ali Ibrahim H., Novi R. 2015. Analisis Ratai Pasok dan Nilai Tambah Agroindustri Kopi luwak di Propinsi Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis 31 10-17. Nuryanti S., Swastika 2011. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Pertanian. Forum Penelitian Agro ekonomi, 292115-128. Saputra Anggareni Dharma 2017. Pola Kemitraan Usaha Tani Kelapa Sawit Kelompok Tani Telaga Biru dengan PT. Sawindo Kencana melalui Koperasi di Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata 62249-258. Widaningrum, Miskiyah, Somantri. 2010. Perubahan sifat fisiko-kimia jagung Zea Mays L pada penyimpanan dengan perlakuan karbondioksida CO2. Jurnal Agritech 301 36-45. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Naga Hylocereuspolyrhiyzus merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Sebagai salah satu komoditas hortikultura, buah naga memiliki tingkat kerusakan yang cukup tinggi dalam proses distribusinya hingga ke tangan konsumen. Buah naga melewati beberapa proses dimulai dari pemanenan, pengangkutan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran untuk sampai ke konsumen akhir. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai masing-masing proses yang ada dengan tujuan mempertahankan kualitas buah naga sampai ke tangan ini bertujuan untuk melakukan pemetaan rantai pasok buah naga khususnya pasar yang berlokasi di daerah wisata Tanah Laut. Penelitian dilakukan di lokasi wisata Tanah Laut antara lain sekitar Tampang, Tajau Pecah dan Bati-Bati. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran rantai pasok buah naga memiliki empat pola aliran yang terdiri dari entitas petani, pengumpul kecil, pengumpul besar, pedagang pengecer dan konsumen. Kata Kunci buah naga, pemetaan, rantai pasok Marimin MariminNurul MaghfirohPemikiran sistem dapat dipandang sebagai dorongan terhadap kepiawaian ilmu pengetahuan dalam menghadapi permasalahan yang kompleks dan dinamis, yang terjadi pada sistem kehidupan. Ilmu sistem mengajarkan pendekatan holistik yang selalu berupaya mengurai persoalan yang kompleks menjadi bagian-bagiannya agar dapat dipelajari dan diinterpretasi. Buku ini mendiskusikan secara ilustratif tahap demi tahap suatu cara pandang dalam pengambilan keputusan dan aplikasinya dalam berbagai bidang, utamanya pada manajemen rantai pasok yang tergolong sulit dan kompleks, yang diekspresikan secara sederhana. Aspek kajian diawali dengan pembahasan tentang pendekatan kesisteman dan peran teknik pengambilan keputusan, dalam penyelesaian persoalan keputusan manajemen dan keteknikan pada umumnya dan manajemen rantai pasok pada khususnya. Secara iteratif, kemudian dibahas prinsip manajemen rantai pasok dan dukungan keputusan yang diperlukan, lalu dilanjutkan dengan pembahasan teknik-teknik keputusan sederhana, sedang, dan kompleks yang dilengkapi berbagai aplikasi penerapannya. Buku ini sesuai untuk dibaca bagi kalangan staf pengajar perguruan tinggi, mahasiswa program sarjana dan pascasarjana, peneliti, industri dan pemerhati pendekatan sistem, teknik dan sistem pengambilan keputusan dan manajemen rantai pasok. Shriji HasnaniJamaluddin JamaluddinRatnawaty FadilahThe purpose of this study was to determine the method of controlling the levels of aflatoxin corn with storage techniques using plastic sack packaging without base and with pedestal during storage. This research method is in the form of an experiment using a T test with 2 treatments repeated three times. The treatment in this study is shelled corn packaging plastic sacks without base and shelled corn packaging plastic bag with a base. During storage the sample is observed levels of aflatoxin, water content, air humidity and temperature. The results showed that there were differences in levels of aflatoxin and increased with the length of storage. The best treatment is obtained from the shelled corn using a base at 7th day, 14th day, 21st and 28th day storage with an average value of ppb, ppb, 44 ppb and 49 ppb. Analysis of the levels of aflatoxin in the treatment of piped corn packing plastic bags using a base meets the requirements of corn quality based on Indonesian National Standards. Sri NuryantiDewa Ketut Sadra Swastikap> English This paper describes roles of farmers’ groups in agricultural technology application. A farmers’ group is defined as a group of farmers informally consolidate themselves based on their common goals in farming activities. Initial spirit of establishing a farmers’ group is to strengthen farmers’ bargaining position, especially in terms of collective purchasing of farm inputs and selling their agricultural products efficiently. Indonesia has a long experience in formation of farmers’ groups since Mass Intensification BIMAS and Special Intensification INSUS were launched in 1970s-1980s. Currently, most of farmers groups in Indonesia are not formed by farmers themselves, but they are mostly formed as a response to the government program that requires farmers to become members of a farmers’ group. Most of government support for farmers, such as distribution of subsidized fertilizer, agricultural extension, subsidized farm credits and other programs are distributed to farmers’ group or farmers’ groups association. Introduction and promotion of a new technology is also delivered through farmers’ groups. Thus, the roles of a farmers’ group are not only as the means of distributing government assistance and extension services, but also as the agent for new technology adoption. Indonesian Makalah ini merupakan tinjauan review dari berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu, ditujukan untuk mendeskripsikan peran kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian. Kelompok tani didefinisikan sebagai sekelompok petani yang secara informal mengkonsolidasi diri berdasarkan kepentingan bersama dalam berusahatani. Semangat awal pembentukan kelompok tani adalah untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil secara kolektif. Indonesia mempunyai pengalaman panjang pembentukan kelompok tani, sejak diluncurkannya program BIMAS, INSUS dan Supra Insus di era 1970-an dan 1980-an. Saat ini kebanyakan kelompok tani di Indonesia tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani dalam memperkuat diri, melainkan kebanyakan merupakan respon dari program-program pemerintah yang mengharuskan petani berkelompok. Umumnya program-program bantuan pemerintah seperti penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani bersubsidi, dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani Gapoktan. Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau anggota Gapoktan. Dengan demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru.1,5% hingga 2%.Penekanan merupakan proses yang bertujuan untuk membentukpartikel-partikel dadih atau keju yang kompak tidak longgar/tidak berongga.Secara umum penekanan diterapkan untuk pembuatan keju yang perlu penekanan dilakukan pada kondisi semi-vakum kurang dari 0,5 atmdengan tekanan sekitar 85-95 kN/m2selama 2-3 perlakuan khusus dimaksudkan untuk membentuk jenis-jenis kejutertentu. Perlakuan khusus tersebut dapat berupa antara laina. Melakukan pemuluran stretching dalam kondisi hangat pada pembuatankeju Pemisahan krim dari dadih pada pembuatan keju Inokulasi kultur starter tertentu, misalnya pada pembuatan keju requefortdan keju Penyemprotan spora kapang putih pada permukaan keju tertentu, misalnyakeju Membalur permukaan keju brick dan limburger untuk induksi bakteri Penyimpanan didalam ruang khusus pada suhu agak hangat pada pembuatankeju Pengasapan untuk memberi flavor spesifik dan efek berminyak padapermukaan Melakukan pemeraman dadih pada suhu dan waktu tertentu sampaidiperoleh cita rasa, tekstur dan body keju yang diinginkan. Selamapemeraman terjadi degradasi laktosa, protein dan lemak yang disebabkanoleh enzim-enzim dari bakteri BAL, jamur moulds atau ragi yeast yangditambahkan. Pengolahan Krim SusuKrim cream atau lemak susu adalah komponen susu yang memiliki sifatspesifik dan nilai ekonomi tinggi. Krim banyak dimanfaatkan untuk membuatproduk es krim ice cream dan mentega butter. Es krim pertama kali dibuatpada tahun 1767 oleh Elizabeth Raffield Lampert, 1970. Carlo Gattimemperkenalkan es krim secara komersial pada tahun 1860 dalam bentukrebusan telur dan susu bersama-sama untuk membentuk custard, kemudiandidinginkan dalam wadah yang dikelilingi oleh es dan Pengolahan Es KrimBatasan tentang es krim banyak dikemukakan oleh para ahli atau lembagayang berkompeten, antara lain a. Gibson 1988 mendiskripsikan es krim sebagai sistem kompleks berisi buihyang terdispersi didalam fase kontinyu yang dibekukan. Es krim merupakansuatu emulsi yang berisi krim, bahan padat tanpa lemak BPTL, stabilizer,air, garam, gula dan komponen Association of Great Britain and Ireland Arbuckle, 1977 mendefinisikan eskrim sebagai produk pembekuan yang mengandung lebih dari 8% lemaksusu serta lebih dari 10% USDA yang dikutip oleh Eckles 1980 menyatakan bahwa es krim adalahproduk pembekuan dari krim dan gula dengan atau tanpa zat aroma danmengandung tidak kurang dari 14% lemak pembuatan es krim meliputi 1 pencampuran, 2 pasteurisasi,3 homogenisasi, 4 pendinginan, 5 Aging penuaan, 6 pembekuan dan 7pengemasan. Bahan-bahan untuk pembuatan es krim dapat berasal dari susu,krim dan produk olahan susu susu bubuk, susu kental, skim, serta bahan lainseperti pemanis, penstabil, pengemulsi, telur, bahan flavor dan bahan untuk membuat adonan es krim dilakukan bertahap,yaitu diawali dengan bahan cair seperti susu, krim dan susu kental atau ini dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 40-430C. Setelah itu,bahan-bahan padat seperti gula dan pengental CMC, carboxy methyl celulosedituangkan. Bahan penstabil seperti alginat biasanya akan larut sempurna padasaat pemanasan. Setelah semua bahan tercampur, dilakukan pasteurisasi padasuhu 800C selama sedikitnya 25 detik. Tahap berikutnya adalah homogenisasiadonan untuk memperkecil ukuran globula lemak susu menjadi sekitar 1-2 penting yang perlu diperhatikan pada pembuatan es krim adalahoverrun. Yang dimaksud overrun adalah pengembangan volume es krim relatifterhadap volume adonan mula-mula. Overrun dapat menentukan body, tekstur,kelezatan, serta hasil produksi dan keuntungan es krim. Besarnya overrun dapatditentukan berdasarkan 1 perbedaan volume berat konstan, yaitu denganmenghitung besarnya volume es krim dikurangi volume adonan dibagi denganvolume adonan; 2 perbedaan berat volume konstan, yaitu denganmenghitung besarnya berat adonan dikurangi berat es krim dibagi dengan berates krim. Satuan overrun dinyatakan dalam persen % dengan rumus sebagaiberikut 19Volume es krim – Volume adonan“Overrun” % = - X 100%Volume adonanBerat adonan – Berat es krim“Overrun” % = - X 100%Berat es krimEs krim yang baik mempunyai overrun berkisar antara 70-100%.Biasanya es krim dengan overrun 90-100% digolongkan sebagai tipe bulk yangtidak langsung dikonsumsi, sedangkan es krim dengan overrun 70-80% biasanyadikemas dalam kemasan kecil yang siap proses homogenisasi, tahap selanjutnya adalah pendinginan danpenuaan aging. Adonan didinginkan pada suhu 0-40C dan kemudian dilakukanaging dengan cara mempertahankan adonan pada suhu tersebut selama 24 saat aging terjadi pembekuan lemak yang semula cair sewaktuhomogenisasi, serta terjadinya pengembangan volume adonan yang akhirnyamenjadi es krim dengan tingkat overrun tertentu. Faktor-faktor yangmempengaruhi meningkatnya overrun adalah bahan pengemulsi termasukkuning telur, bahan penstabil, suhu pasteurisasi adonan dan besarnya krim yang terbentuk segera dibekukan secara cepat supaya kristal esyang terbentuk kecil dan produk bertekstur lembut. Tahap ini diikuti proseshardening atau pengerasan es krim, yaitu dengan cara membekukan es krimpada suhu –180C. Pada suhu ini kira-kira 80% air yang ada di dalam es krimmengalami pembekuan. Bila suhu pembekuan diturunkan menjadi -300C makajumlah air yang membeku mencapai 90%. Setelah tahap inilah es krim siapdikemas, didistribusikan, dan akhirnya Pembuatan Es Krim yang Diperkaya ProbiotikProduk fermentasi dipercaya sebagai makanan fungsional yangmempuyai banyak manfaat untuk kesehatan. Penggunaan bakteri asam laktatBAL yang berperan sebagai probiotik pada produk susu fermentasi akanmenambah populasi bakteri alami didalam sistem pencernaan. Persyaratanumum bakteri probiotik, yakni pada saat dikonsumsi 1 tahan terhadap pHlambung dan cairan empedu, 2 dapat hidup dan berkoloni dengan mikrobiotaalami didalam saluran cerna. Manfaat probiotik tersebut antara lain, yaitumembantu sistem pencernaan bekerja optimal, dapat mencegah diare padapenderita lactose intolerance, serta dapat menurunkan kadar kolesterol dari fenomena tersebut, beberapa peneliti mencoba untukmenambahkan BAL dalam adonan es krim, yang akhirnya disebut es krimfermentasi. Penambahan BAL dalam pembuatan es krim sangatmemungkinkan karena dalam adonan es krim masih terdapat gula sukrosamaupun laktosa sebagai substrat untuk pertumbuhan BAL. Untuk lebih disukaikonsumen inkubasi dihentikan saat pH mencapai 5,6 Davidson et al., 2000. 20Pengaruh penambahan BAL dalam es krim akan mempengaruhi totalbahan padat, pH, waktu pelelehan dan nilai overrun. Berkurangnya bahan padatakan meningkatkan overrun tetapi akan menurunkan waktu pelelehan es krimLegowo et al., 2008. Es krim dengan penambahan BAL probiotik 3-6%mempuyai karakteristik es krim yang telah memenuhi standar kualitas danberpotensi sebagai pangan fungsional. Total bahan padat es krim berkisar33,02 – 31,07%, nilai overrun sebesar 40,5% - 49% dan resistensi pelelehan eskrim selama 7,22 – 11,06 menit. Sedangkan tingkat keasaman es krim berkisarantara 0, 63 – 0,97% dengan nilai pH antara 4,88 – 5,32. Total BAL antara 1,9 x10 7– 4,5 x 107cfu/ml Mulyani et al., 2006.Jika BAL yang ditambahkan dalam adonan es krim fermentasi merupakanprobiotik, maka produknya dapat disebut sebagai es krim probiotik dan Bifidobacterium bifidum dengan perbandingan1 2 dalam adonan es krim menghasilkan viabilitas BAL yang terbaik yaitu 6,4 x108 – 1,4 x 1011 cfu/ml Mulyani et al., 2008. Jumlah tersebut telah memenuhistandar internasional untuk minuman probiotik yaitu minimal 107cful/mldengan jumlah konsumsi rata-rata 100 ml per hari Davidson et al., 2000. Untukmeningkatkan sifat fisik es krim dan mempertahankan tektur selama prosespenyimpanan beku adonan es krim dapat ditambahkan penstabil dari berbagaijenis hidrokoloid, misalnya gum arab, gelatin ataupun karagenan. Penambahan0,5% gelatin dari adonan es krim mampu memperbaiki tekstur, meningkatkantekstur creamy pada es krim meskipun kadar lemaknya rendah Mulyani, 2018.Kemampuan gelatin sebagai penstabil lebih baik dibandingkan gum arab dankaragenan Mulyani et al. 2020.Proses pembekuan cepat menjadi faktor yang memperkecil kematian BALdan probiotik. Hasil penelitan menunjukkan bahwa pada penyimpanan bekuselama 30 hari, jumlah BAL dalam es krim probiotik masih cukup tinggi yaitu 3,3x 107– 6,7 x 108cfu/ml Legowo, 2008.Ada beberapa tahap pembuatan es krim yang diperkaya probiotik yaitupencampuran bahan, pasteurisasi, pemblenderan, pendinginan inokulasi,pemeraman, pembekuan dan penyimpanan. Tahap awal yaitu pencampuranbahan-bahan sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan seperti whippingcream, skim, CMC, kuning telur, gula dan air. Campuran bahan dipasteurisasipada suhu 80 oC selama 30 detik, kemudian didinginkan pada suhu ± 41oCsehingga siap untuk diinokulasikan starter. Penambahan starter sebesar 4%dari berat adonan ke dalam adonan es krim lalu diinkubasi selama 4 jam padasuhu 41 oC di dalam inkubator. Selanjutnya adalah penuaan aging dengansuhu 4 oC selama 5 jam, setelah itu memasukkan adonan es krim ke dalam icecream maker selama 30 menit Mulyani et al., 2008. Pengolahan ButterButter adalah mentega yang dibuat dari bahan utama lemak susu cream.Butter pada umumnya dapat langsung dikonsumsi tanpa harus dimasak ediblefat consumed uncooked. Sebagai bahan makanan, butter merupakan sumberkalori, meningkatkan daya terima produk makanan lain, membentuk strukturbahan tertentu, serta menghasilkan flavor yang spesifik. Mentega jugamerupakan sumber vitamin A dan vitamin D serta beberapa asam lemak tidakjenuh, seperti asam lemak omega-3 dan omega-6. 21Jenis mentega maupun butter relatif banyak, yang dapat dikelompokkan/digolongkan berdasarkan prosesnya, rasa, dan krim yang proses pembuatannya, butter digolongkan menjadi dua, yaitubutter yang diperam ripened butter dan mentega yang tidak diperamunripened butter. Berdasarkan rasanya, ada dua macam butter, yaitu mentegaasin salted butter dan mentega tidak asin unsalted butter. Berdasarkan krimyang digunakan untuk pembuatannya, dikenal ada tiga jenis butter, yaitu 1butter yang dibuat dari krim asam cultured-cream butter, yakni krim yangdiinokulasi bakteri sehingga berubah menjadi krim asam; 2 butter yang dibuatdari krim tidak asam atau krim normal sweet cream butter; 3 butter yangdibuat dari krim normal, tetapi kemudian diasamkan dengan menumbuhkanbakteri asam laktat pada prosesnya soured butter.Mentega adalah suatu massa kompak dari lemak susu sebagai suatuemulsi air W, water dalam lemak O, oil, atau W/O emulsion, yang dibuatdengan proses pengadukan yang disebut churning. Kandungan lemak minimumdalam mentega adalah 83%, sedangkan kadar air maksimum 16%. Bahan–bahanyang digunakan untuk pembuatan mentega secara keseluruhan meliputia. Susu sebagai sumber lemak Protein, yang biasanya berupa susu bubuk Bahan pewarna yang memenuhi persyaratan food Anti oksidan, yang berfungsi untuk mencegah oksidasi lemak. Jenis antioksidan yang banyak digunakan adalah BHA butylated hydroxy anysol.e. proses pembuatan butter meliputi separasi, standarisasi,netralisasi, pasteurisasi, pemeraman, pendinginan, pengadukan churning,pencucian, penggaraman dan pengemasan. Tahap separasi merupakan langkahpertama untuk memisahkan krim dari dari susu. Pemisahan krim biasadilakukan dengan menggunakan alat cream separator pada kecepatanperputaran atau penyesuaian kadar lemak harus dilakukan agarmencapai sekitar 30-33%. Bila kadar lemak terlalu rendah maka proses churningterlalu bila terlalu tinggi maka proses churning juga akanmenjadi sulit. Standarisasi dapat dilakukan Metoda Pearson’s square denganbahan krim dan skim Legowo et al., 2009.Setelah jumlah krim ditentukan, tahap berikutnya adalah netralisasiuntuk mengatur pH sekitar 6,8-7,2 dengan menambahkan senyawa alkali sepertinatrium bikarbonat, magnesium oksida, magnesium hidroksida. Selanjutnyadilakukan pasteurisasi dan pemeraman. Akan tetapi pemeraman hanyadilakukan bila dikehendaki mentega dengan citarasa yang berikutnya yang sangat penting adalah pengadukan atau churn sendiri berarti alat pengaduk untuk pembuatan mentega/ merupakan pengaduk berbentuk silinder yang dapat berputar padasebuah sumbu yang dilengkapi pisau-pisau pengaduk. Alat pengaduk tersebutpada umumnya terbuat dari logam anti karat yang digerakkan dengan tenagalistrik. Proses churning berlangsung selama sekitar 45 menit. Butter terbentukdengan cepat pada saat akhir proses churning. Dalam kondisi tersebut terjadiperubahan emulsi dari emulsi minyak dalam air o/w, oil in water menjadiemulsi air dalam minyak w/o, water in oil. Beberapa hal yang perludiperhatikan dalam proses churning adalah 22a. Suhu proses sekitar 3-100C. Pada suhu rendah 3-40C proses churningmemerlukan waktu cepat, yaitu sekitar 3 jam. Sedangkan pada suhu 100Cmemerlukan waktu relatif lama, yakni sekitar 12 Jumlah krim yang dimasukkan churn adalah 0,3-0,5 isi churn dengankadar lemak krim 30-33%.c. Keasaman krim harus pada kisaran 0,4-0,5%.Mentega yang diperoleh dari proses churning selanjutnya dicuci untukmemisahkan cairan atau serum atau sering disebut sebagai susu mentega buttermilk. Proses churning dan pencucian perlu dilakukan beberapa kali hinggadiperoleh butter yang dikehendaki. Perlu dicatat bahwa butter milk dewasa inibukan merupakan limbah waste, tapi sebagai hasil samping by product yangdapat diolah lanjut menjadi produk terakhir pembuatan butter adalah membuat partikel-partikelbutter menjadi massa yang kompak dengan cara diberi tekanan. Kadar airmentega diatur hingga sekitar 14-16%. Apabila ingin membuat butter denganflavor spesifik, yaitu selain diberi garam juga diberi bahan flavor Penanganan susu segar dilakukan sebelum pengolahan dengan tujuan 1mencegah dan memperkecil kontaminasi mikroba dan kontaminan lain padasusu; 2 memperpanjang daya awet susu; 3 memperkecil danmenyeragamkan ukuran globula lemak susu dengan homogenisasi; dan 4pemisahan lemak susu dan pengaturan kadar lemak susu. Penanganan susudilakukan pada saat pemerahan, hingga distribusi susu ke tempat/ pabrikpengolahan, sehingga dapat tersedia bahan baku pengolahan susu yang amandan berkualitas Pendinginan susu merupakan bagian penting dalam rangkaian penanganansusu segar. Pendinginan terutama ditujukan untuk mencegah perkembangbiakan mikroba yang ada didalam susu. Berdasarkan SNI No. TentangPersyaratan Mutu Susu Segar disebutkan bahwa jumlah mikroba maksimumdidalam susu adalah kurang dari 1 juta sel per mL. Supaya aman, sususebelum diolah harus didinginkan pada suhu kurang dari Teknologi pengolahan susu banyak ragamnya dan menghasilkan berbagaijenis produk olahan. Teknologi pemanasan susu dapat menghasilkanberbagai produk susu pasteurisasi pasteurized milk products dan susu sterilsterilized milk products atau susu UHT. Teknologi evaporasi menghasilkanproduk susu kental evaporated milk,condensed milk dan produk susu kentalmanis sweetened evaporated milk. Teknologi pengeringan susu dapatmenghasilkan berbagai produk susu bubuk milk powder. Teknologipengolahan yang lain adalah fermentasi untuk menghasilkan susu fermentasifermented milk dan pemanfaatan krim susu untuk menghasilkan mentegabutter.4. Pasteurisasi susu dapat dilakukan pada suhu rendah dan waktu pemanasanlama atau dikenal metode LTLT low temperature long time, yaitusekurangnya pada suhu 630C selama 30 menit. Pasteurisasi susu juga dapatdilakukan pada suhu relatif tinggi dengan waktu cepat atau disebut metode 23HTST high temperature short time, yaitu sekurangnya pada suhu 720Cselama 15 detik. Sterilisasi susu dapat dilakukan dengan sistem batchmenggunakan alat otoklaf dan dengan sistem kontinyu yang disebut prosesUHT Ultra High Temperature pada suhu 135-1400C selama 2-5 Pada garis besarnya, proses pengolahan susu kental meliputi penyaringan,standarisasi, pemasan pasteurisasi, homogenisasi, penambahan gula,evaporasi pengurangan kadar air, pendinginan, kristalisasi danpengemasan. Secara garis besar, tahap tahap proses pengolahan susu bubukmeliputi standarisasi, klarifikasi, pemanasan pasteurisasi dan sterilisasi,evaporasi, homogenisasi, pengeringan, aglomerasi dan Teknologi fermentasi susu pada umumnya menggunakan bakteri asam laktatBAL dan beberapa mikroba lain untuk menghasilkan produk yang adalah salah satu produk susu fermentasi dengan starter BALLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. BAL dapatmengubah laktosa susu menjadi glukosa, galaktosa, dan asam laktat sehinggadihasilkan rasa manis dan Pada pengolahan keju, proses fermentasi utama diterapkan untukmenggumpalkan protein susu menggunakan rennet yang mengandung enzimrenin atau chymosin. Jenis keju dapat diklasifikasikan berdasarkan 1komposisi kimianya khususnya kadar lemak, 2 ada tidaknya prosespemeraman, 3 jenis mikroba yang digunakan dan 4 konsistensi atau keraslunaknya tekstur keju. Berdasarkan konsitensinya ini keju dibedakanmenjadi hard cheese dan soft Krim cream atau lemak susu memiliki sifat spesifik dan nilai ekonomi banyak dimanfaatkan untuk membuat es krim dan mentega butter.Tahap pengolahan es krim meliputi pencampuran adonan, pasteurisasi,homogenisasi, pendinginan, aging, pembekuan cepat dan merupakan salah satu parameter utama kualitas es krim yangmenentukan nilai ekonomis dari es krim. Dewasa ini banyak pengembanganproduk berbasis es krim, salah satunya adalah es krim yang diperkayabakteri asam laktat maupun Mentega adalah suatu massa kompak dari lemak susu yang dibuat denganproses pengadukan yang disebut churning. Kandungan lemak minimumdalam mentega adalah 83%, sedangkan kadar air maksimum 16%. Tahapproses pembuatan mentega meliputi separasi, standarisasi, netralisasi,pasteurisasi, pemeraman, pendinginan, pengadukan churning, pencucian,penggaraman dan pengemasan. Proses churning berperan untukpembalikan emulsi dari emulsi minyak dalam air o/w, oil in water menjadiemulsi air dalam minyak w/o, water in oil.DAFTAR PUSTAKA 24Al-Baarri, A. N. and A. M. Legowo. 2012. Aplikasi TeknologiLactoperoxidase-Sepharose-Membrane sebagai Metode Pengawetan SusuSegar yang Murah dan Aman. Prosiding Seminar Insentif Riset SinasINSINasPG103– A. M. Legowo, Siregar, T. Utami, Adi, A. Rachmantyo,dan F. L. Pradhana. 2016. Teknik Pembuatan Fruity Powder Food Technologists, A. N., A. M. Legowo, S. Hayakawa, and M. Ogawa. 2015. EnhancementAntimicrobial Activity of Hyphothiocyanite Using Carrot AgainstStaphylococcus Aureus and Escherichia Coli. Procedia Food Science3 A. N., N. T. Damayanti, A. M. Legowo, I. H. Tekiner, and S. Enhanced Antibacterial Activity of Lactoperoxidase ThiocyanateHydrogen Peroxide System in Reduced-Lactose Milk Whey. InternationalJournal of Food Science 2019 A. N., A. M. Legowo, S. K. Arum, and S. Hayakawa. 2018. Extending ShelfLife of Indonesian Soft Milk Cheese Dangke by Lactoperoxidase Systemand Lysozyme. International Journal of Food Science 2018 W. S. 1977. Ice Cream. AVI Pub. Co., Westport, Pusat Statistik BPS. 2017. Konsumsi susu nasional. Standarisasi Nasional BSN. 2011. SNI No. 3141-1 Tentang StandarKualitas Susu Segar. Dewan Standarisasi Nasional. P. S. and A. J. Overby. 1988. Quality requirements of milk forprocessing. In Meat Science, Milk Science and Technology. Cross Overby Eds.. Elsevier Science Publishers Amsterdam-Tokyo. p Duncan, Hackney, Eigel and Boling. Culture Survival and Implications in Fermented Frozen YogurtCharacteristics. Journal of Dairy Science, 834666-73 Daulay, D. 1991. Buku/Monograf Fermentasi Keju. Ditjen Dikti-PAU Pangan danGizi, Institut Pertanian Bogor, Combs and H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., Bombay-New D. L. 1988. Ice cream. In Meat Science, Milk Science and Cross and Overby Eds.. Elsevier Science Publishers p 2020. Engineering Practices for Milk Products. CRC Press, Taylor &Francis Group, 1970. Modern Dairy Products. Chemical Publishing Co., Inc., NewYork, 1988. Tahu susu bergizi tinggi. Harian Wawasan, 28 A. M. 2002. Peranan yogurt sebagai makanan fungsional. Peternakan Tropis, 27, 3 2018. Pengawetan susu segar dengan system Indonesia, Vol XIII, 6, p. , Nurwantoro, R. Chairani dan. C. Purbasari. 2003. Kadar Protein,Lemak, Nilai pH dan Mutu Hedonik Keju Cottage dengan Bahan DasarSusu Kambing dan susu Sapi Skim. Buku panduan Seminar Nasional 25Teknologi Peternakan dan Veteriner,Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan, Bogor, 29- 30 September 2003Legowo, Soepardie, K. Permatasari. 2004. Komposisi kimiawi, tingkatpengembangan dan sifat organoleptik kerupuk susu dengan bahan dasarsusu asam. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 1 1 U. Santosa,M. Adnan, Albarri , Nurwantoro dan F. Sabara. Asam-asam lemak Yogurt Susu Sapi dan Susu Kambing. ProsidingSeminar Nasional PATPI, Yogyakarta, 2- 3 Agutus S. Mulyani dan H. Swastika. 2008. Total bahan Padat, kadarlaktosa dan Overrun Es Krim Probiotik dengan menggunakan starter dan Seminar Pangan Nasional PATPI, Yogyakarta, tanggal17 Januari Kusrahayu, S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. BadanPenerbit Universitas Diponegoro, S. Mulyani dan A. Azizah. 2009. Profil kolesterol, kadarprotein dan tekstur keju dengan bahan pengumpal Mucor meihei. MakalahSeminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Program Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro, Semarang tanggal 20 juni Je-R., Y-Y. Lin, M-J. Chen, Chen and C-W. Lin. 2005. AntioxidativeActivities of Kefir. Asian-Aust. J. Anim. Sci., 18 4 T. 1993. Yogurt Japanese. Nippon Hoso Shuppan Kyokai, S. , Nurwantoro dan Maqfiroh. 2006. Prospek es Krim FermentasiSebagai Makanan Fungsional. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Universitas Diponegoro. SemarangMulyani, S., Legowo dan A. Mahanani. 2008. Viabilitas Bakteri Asam Laktat,Keasaman dan Waktu Pelelehan Es Krim Probiotik dengan menggunakanstarter L. casei dan JPPT,33 2 120-125Mulyani, S. 2018. Karakteristik Gelatin Kulit Kerbau Bubalus bubalis yangDiekstraksi menggunakan Crude Acid protease dan sifat pengemulsinyapada es krim. Disertasi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas GadjahMada, YogyakartaMulyani, S. R. Nafiatur, S. Susanti dan 2020. The Physical andsensorus characteristic of Ice cream Enriched Corn Oil Using DifferentStabilizers. IJST, 8 5 .Nawangsari, DN. Al-Baarri, S. Mulyani, Legowo. Bintoro. of Immobilized Lactoperoxidase activity from bovine wheyagaints storage solutions. International Journal of Dairy Science. 92 56-62Nielsen, P. and E. W. Nielsen. 1988. Technical treatment of milk. In Meat Science,Milk Science and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p H. W. 1991. Food Science Sourcebook 2nd Part 2 Food Composition,Properties, and General Data. Avi-Van Nostrand Reinhold, New S., T. Wang, K. Nishimura and M. Irie. 2005. Milk fat analysis byfiber-optik spectroscopy. Asian-Australalasian J. of Animal Sci., 18 4 A. J. 1988. Microbial cultures for milk processing. In Meat Science, MilkScience and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p 263-273. 26Potineni, R. V. and D. G. Peterson. 2005. Influence of thermal processingconditions on flavor stability in fluid milk benzaldehyde. J. Dairy Sci., 88 B. 1996. Probiotics of lactic acid bacteria science or myth? In Lactic AcidBacteria, B. Ray Ed.. NATO ASI Series, Vol. H 98, Springer-Verlag E. 1988. Concentrated and dry milk products. In Meat Science, MilkScience and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p E. G. 1988. Liquid milk products and UHT milk. In Meat Science, MilkScience and Technology. Cross and Overby Eds.. ElsevierScience Publishers Amsterdam-Tokyo. p J. W. 1988. Physical properties of milk. In Fundamentals of DairyChemistry, 3rd ed. Wong, R. Jennes, M. Keeney and Marth Eds..Van Nostrand Reinhold, New York. p J. W., Ely, Graves, and Gilson. 2002. Effect of milkingfrequency on DHI performance measures. J. Dairy Sci., 85 Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-3141-1995 tentang SyaratMutu Susu Segar. Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3950-1995 tentang StandarMutu Susu UHT. Dewan Standarisasi Nasional-DSN, 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Penerbit Universitas Terbuka, A., F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2004. Beternak Sapi Perah SecaraIntensif. PT Agromedia Pustaka, I. S. 2004. Probiotik, Susu Fermentasi dan Kesehatan. YAPMMI, den Berg, J. C. T. 1988. Dairy Technology in the Tropics and A. M. Legowo, V. P. Bintoro, and A. N. Al-Baarri. 2014. Quality of freshbovine milk afer addition of Hypothiocyaniterich-solution fromLactoperoxidase system. International Journal of Dairy Science, vol. 9, no. 1,pp. 24– R. M. 1988. Proteins of milk. In Fundamentals of Dairy Chemistry, 3rded. Wong, R. Jennes, M. Keeney and Marth Eds.. Van NostrandReinhold, New York. p 2003. Teknologi proses susu bubuk. Lacticia Press, M., E. Sekul, dan Lafraya. 2007. Cholesterol Assimilation ByCommercial Yoghurt Starter Cultures. Acta. Sci. Pol., Technol. Aliment, 61 83 - DAN LATIHAN1. Perlakuan penanganan susu segar yang ditujukan untuk menyeragamkan danmemperkecil ukuran globula lemak susu sehingga tidak mudah membentukcream layer adalah A. PendinginanB. Termisasi 27C. Plate heat exchangerD. Homogenisasi2. Proses Pasteurisasi maupun susu pasteurisasi selalu diikuti oleh prosespendinginan atau penyimpanan pada suhu dingin, tujuannya adalah A. Mempercepat kematian mikroba patogenB. Memperpanjang masa simpanC. Menghambat pertumbuhan bakteri termofilikD. Mencegah terbentuknya lapisan krim3. Susu kental sebaiknya mempuyai kadar air maksimum sebesar A. 25%B. 27%C. 35%D. 40%4. Proses Pengolahan susu bubuk yang menyemprotkan susu kental melaluinozzle dan mengubahnya menjadi partikel partikel kecil disebut proses A. PenggumpalanB. PengkabutanC. AglomerasiD. Atomisasi5. Senyawa yang ditambahkan pada proses aglomerasi susu bubuk sehinggakadar air sangat rendahdan bubuk relatif mudah larut dalam air, yaitu A. Whey powderB. LesitinC. Skim milkD. Bubuk krim6. Jenis keju yang digumpalkan dengan rennet atau bahan pengumpal lain .,tetapi tidak mengalami proses pemeraman disebut A. Keju segarB. Keju edamC. Keju cheddarD. Keju mozzarella7. Proses pemeraman pada keju bertujuan untuk A. Mengawetkan kejuB. Membentuk cita rasa asamC. Membentuk tekstur elastis mulur dan lunakD. Membentuk tekstur dan cita rasa khas keju8. Menurut peraturan USDA es krim sebaiknya mempuyai kadar lemak minimalsebesar A. 11%B. 12%C. 13%D. 14% 289. Pengembangan volume es krim relatif terhadap volume awal adonan disebut A. Foaming abilityB. SwellingC. OverrunD. Hidrasi10. Proses perubahan emulsi minyak di dalam air o/w menjadi emulsi air didalam minyak w/o pada pengolahan mentega disebutA. TermisasiB. AgingC. ChoncingD. ChurningKunci Jawaban Latihan 1. D 6. A2. C 7. D3. D 8. D4. C 9. C5. B MANDIRI1. Buatlah paper dengan tema pengolahanan dan pengembangan suatu produkdengan menggunakan bahan utama komoditas susu. Gunakan referensi/pustaka dari jurnal internasional mutakhir terbit 10 tahun terakhir, palingsedikit 3 Cari dan terjemahkan secara bebas 1 naskah dari jurnal internasionalmutakhir. Buatlah rangkuman isis naskah dan berikan tambahanpembahasan terkait peluang pengembangan dari artikel tersebut danimplikasinya bagi industry pangan di Buatlah naskah yang terkait dengan pengembangan produk olahan susu yangdiperkaya probiotik. Gunakan referensi/ pustaka dari jurnal internasionalmutakhir terbit 10 tahun terakhir, paling sedikit 3 PENGOLAHAN Struktur dan Nilai Nutrisi TelurTelur eggs merupakan hasil ternak unggas, khususnya ayam mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk membentukindividu baru hingga menetas. Zat-zat makanan tersebut esensial juga bagimanusia. Oleh sebab itu, sejak dahulu hingga kini telur dimanfaatkan olehmanusia sebagai bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Disamping dari ayampetelur, telur juga diperoleh dari unggas yang lain seperti telur itik dan telurburung puyuh. 29Telur dari berbagai jenis unggas mempunyai struktur dan karakteristikfisik serta kimiawi yang hampir sama. Struktur telur unggas tersusun atas tigabagian utama, yaitu dari luar ke dalam berturut-turut berupa cangkang/ kulittelur shell egg, putih telur egg white, dan kuning telur egg yolk Ilustrasi 1.Telur berbentuk bulat oval dan dibagian tumpul sebelah dalam terdapat ronggaudara. Telur mengandung zat-zat gizi relatif lengkap seperti protein, lemak,vitamin dan mineral sehingga dapat disebut sebagai kapsul giziRehault-Godbert et al., 2019.Protein telur berkualitas tinggi, dan dikenal sebagai protein seimbangbalanced protein, karena mengandung semua asam amino esensial bagi tubuhmanusia Miranda et al., 20015. Lemak telur mudah dicerna dan merupakansumber energi bagi tubuh. Telur kaya akan asam lemak esensial terutama asamoleat dan asam lemak tak jenuh lainnya. Telur mengandung hampir semuavitamin, kecuali vitamin C ascorbic acid. Telur dikenal sebagai sumber vitaminA, D, B1, dan Riboflavin. Telur mengandung berbagai jenis mineral seperti besiFe, posfor P, dan lainnya yang bermanfaat bagi tubuh dengan kemajuan teknologi di bidang peternakan, produksi telurjuga semakin meningkat. Peningkatan produksi telur perlu diimbangi denganpengolahan yang memadai, baik pengolahan primer yakni penanganan danpengawetan maupun pengolahan sekunder yang mengubah telur menjadiproduk pangan olahan. Telur selain dapat digunakan sebagai bahan baku produkmakanan, snack dan bakery, telur juga dapat dimanfaatkan sebagai bahanpengembang leaven, pengemulsi emulsifier, pengental dan pengikatthickener and binder,pemberi citarasa flavor dan pemberi 2. Struktur telurSumber Rehault-Godbert et al., 2019 Pengawetan TelurTelur segar biologis dan telur segar komersial tidaklah sama. Secarateoritis hanya telur yang baru ditelurkan adalah segar; tetapi bila dipasarkantelur dianggap segar jika tidak terjadi perubahan isi telur yang nyata dan ronggaudara dalam telur masih relatif kecil tampak pada peneropongan. Jikaditangani dan disimpan pada kondisi lingkungan yang sesuai, telur masihditerima secara komersial sebagai telur segar 2 atau 3 minggu setelah umur telur hanyalah satu dari banyak faktor kesegaran. Suhu, kelembabandan penanganan ikut berperan menentukan kesegaran telur. Telur umur 1minggu yang disimpan dalam refrigerator, bisa jadi lebih segar daripada teluryang disimpan pada suhu kamar selama 1-3 mempunyai nilai maksimum/ berkualitas tinggi sebagai bahanpangan pada saat ditelurkan. Selanjutnya kualitas telur mengalami penurunan 30sampai saat dikonsumsi. Telur sangat peka terhadap pengaruh lingkungansehingga mudah sekali mengalami kerusakan baik fisik, kimiawi maupunmikrobiologis. Cangkang telur yang berpori-pori memungkinkan gas dan airlepas dari telur serta masuknya mikroba ke dalam telur bila kondisi lingkungantidak menguntungkan favorable untuk penyimpanan. Dari saat ditelurkansampai dikonsumsi, telur akan mengalami perubahan-perubahan Hatta et al.,1997; Roberts, 2004, diantaranya adalah a. Berat telur berkurang, terutama disebabkan oleh menguapnya air dari putihtelur lewat pori-pori cangkang, dan sebagian lagi karena menguapnya CO2,NH3, N2dan Rongga udara bertambah besar,c. Berat jenis turun, berat jenis telur segar berkisar antara 1,065 -1, Proporsi putih telur kental berkurang karena menjadi encer, akibat rusaknyaprotein ovomusin fibrous glycoprotein ovomucin, suatu senyawa yangmemberikan struktur kental putih Kuning telur bertambah besar, karena adanya pergerakan air dari putih telurke kuning Terjadi perubahan bau dan flavor akibat terjadinya penyerapan bau-bauandan flavor sekitarnya melalui cangkang Terjadi pembusukan akibat pertumbuhan Terjadi peningkatan pH, terutama pH putih telur akan meningkat dari sekitar7 menjadi 10 atau 11, sedangkan pH kuning telur meningkat secara bertahapdari 6 sampai 7. Kenaikan pH putih telur disebabkan karena penguapan telur terutama ditujukan untuk menunda perubahanfisikokimiawi dan mencegah kerusakan mikrobiologis Lechevalier et al., 2011.Dengan pengawetan memungkinkan ketersediaan dan distribusi telur yang lebihbaik sepanjang tahun, sehingga menjamin stabilitas harga. Pengawetan telurdapat dibedakan ke dalam 2 bentuk, yaitu pengawetan telur utuh danpengawetan isi telur setelah Pengawetan telur utuhPrinsip pengawetan telur utuh yaitu 1 menghambat pertumbuhanmikroba, 2 menjaga/mempertahankan kandungan air dan tekanan CO2didalam telur selama mungkin. Untuk itu, alternative metode yang dapat dipilihyaitu 1 memodifikasi lingkungan dengan mengatur suhu, kelembaban, dankomposisi atmosfir; 2 memberi perlakuan pada telur dengan menutuppori-pori cangkang; 3 menggunakan kombinasi metode 1 dan cara pengawetan telur utuh antara lain 1 pengepakan keringdry packing; 2 perendaman dalam cairan; 3 penyimpanan dingin denganatmosfer normal, atau atmosfer termodifikasi, atau atmosfer terkendali; 4perlakuan pelapisan cangkang/penutupan pori-pori Dry Packing. Metode dry packing adalah mengepak telur utuh ke dalammaterial kering seperti pasir, sekam, serbuk gergaji dsb. Dry packing dapatmenghambat penguapan air dan hilangnya CO2dari dalam telur. Namun jikapacking materialnya longgar tidak mencegah penguapan ataupundekomposisi isi telur. 312. Perendaman dalam larutan kapur. Larutan kapur diperoleh dengan caramelarutkan kapur CaO kedalam air. CO2atmosfer bereaksi dengan larutankapur membentuk CaCO3pada permukaan larutan sehingga mencegahmasuknya mikroba ke dalam telur. Larutan kapur juga mendeposit lapisantipis CaCO3pada permukaan cangkang telur sehingga sebagian akan menutuppori-pori cangkang. Praktisnya 1 kg kapur dilarutkan dalam 15 l air kemudiandisaring dan dituang ke wadah untuk perendaman. Telur direndam selama 21– 30 hari, kemudian diangkat/ ditiriskan. Daya simpan telur mencapai 3 – Perendaman dalam water glass. Water glass adalah larutan Na2SiO4sodium silikat, bersifat kental, seperti sirup, bening, tidak mudah menguap,tidak berbau dan tidak berasa. Water glass tidak dapat menembus cangkang,tetapi dapat mendeposit silika pada permukaan cangkang sehingga menutuppori-pori cangkang. Water glass juga mempunyai sifat antibakteri yangdisebabkan karena 1 bersifat basa, dan 2 merupakan pelarut gas yangjelek sehingga memberikan kondisi anaerobik yang dapat menghambatbeberapa bakteri. Praktisnya larutan water glass dapat dibuat denganmencampur water glass dan air dengan perbandingan 1 10 sampai direndam selama 30 Perendaman dalam larutan garam dapur. Garam dapur NaCl dapatmencegah/menghambat pertumbuhan mikroba karena mempunyai efek 1meningkatkan tekanan osmosis yang dapat menyebabkan terjadinyaplasmolisis sel mikroba; 2 menurunkan air bebas Aw, water activity dandapat mendehidrasi sel mikroba; 3 ion Cl bersifat toksik bagi mikroba; 4menurunkan kelarutan O2dalam air; 5 membuat sel mikroba peka terhadapCO2; 6 merintangi aksi enzim proteolitik. Garam dapat menembus pori-poricangkang dan masuk ke dalam telur sehingga selain mengawetkan juga dapatmemberi rasa Perendaman dalam larutan penyamak nabati. Senyawa aktif bahanpenyamak nabati, tannin, dapat digunakan untuk pengawetan telur. Tanninterdapat pada kulit akasia, teh, daun jambu biji, sehingga bahan-bahantersebut banyak digunakan untuk perendaman telur. Larutan diperolehdengan cara merendam bahan penyamak dalam air selama 12 - 24 jam. Airhasil perendaman inilah yang dipakai sebagai larutan penyamak. Perendamantelur ke dalam larutan penyamak tersebut, kulit telur akan Penyimpanan Dingin. Pada dasarnya telur utuh dapat disimpan pada suhurendah diatas titik beku telur, yakni -20C. Penyimpanan ini memperlambathilangnya CO2dari dalam telur dan memperlambat masuknya air dari putih kekuning telur, disamping itu pertumbuhan mikroba juga akan Pelapisan Cangkang. Pelapisan cangkang merupakan upayamempertahankan kualitas telur dengan menutup pori-pori cangkang. Dengantertutupnya pori-pori maka 1 evaporasi dapat dikurangi sehinggamemperkecil kehilangan berat telur dan menjaga rongga udara tetap kecil; 2pelepasan CO2telur dapat dihambat sehingga kenaikan pH putih telur kecildan pengenceran putih telur terhambat; 3 mikroba tidak dapat menembuscangkang. Pelapisan dapat dilakukan di bagian luar ataupun di bagian dalamcangkang. Untuk pelapisan bagian luar dapat digunakan minyak nabati sepertiminyak kelapa, minyak kelapa sawit ataupun minyak lain seperti parafin cairyang aplikasinya melalui penyemprotan spraying maupun pencelupan 32dipping. Pelapisan bagian dalam cangkang dapat dilakukan dengan membuatlapisan tipis putih telur yang menggumpal di bawah membran kulit telurdengan cara flash heat treatment, yakni mencelupkan telur ke dalam airmendidih atau minyak mendidih dalam waktu Pengawetan telur yang telah dipecahPengawetan telur pecah dapat berupa cair liquid egg, beku frozen eggatau kering dry egg, baik sebagai whole egg keseluruhan isi telur, ataupunputih dan kuning telur secara terpisah. Tahapan proses pengawetan telur yangtelah dipecah adalah dengan beberapa tahapan sortasi, pencucian, pemecahan,penyaringan, pasteurisasi, pengemasan, dan merupakan kegiatan memilah dan memilih telur yang memenuhisyarat untuk dipecah. Telur yang akan diawetkan harus mempunyai kualitasinterior yang edible layak makan, bebas dari kotoran atau material asing yangmelekat. Pencucian telur dapat dilakukan dengan menyemprot telurmenggunakan air yang mengandung Chlorine. Selanjutnya, pemecahan telurdapat dikerjakan oleh orang/tenaga yang terlatih atau dengan mesin pemecahtelur otomatis, dan dilakukan dalam ruang khusus pemecahan di bawah kondisisanitasi yang baik. Setelah pemecahan dilakukan penyaringan untukmenyingkirkan serpihan/pecahan cangkang, membran dan kalaza. Tahapselanjutnya adalah pasteurisasi yang ditujukan untuk membunuh bakteripatogen dalam telur, khususnya Salmonella. Pasteurisasi pada suhu 600C selama3,5 menit dapat membunuh Salmonella, dan mencegah hilangnya sifatfungsional putih cair dapat dikemas dengan corrugated box dengan lapisan filmplastik. Untuk telur beku dikemas dengan kaleng atau wadah karton berlapispolietilen. Untuk telur bubuk dikemas dengan corrugated karton dengan lapisanplastik yang disegel kuat/rapat untuk mencegah uap air masuk. Pada akhirnyadilakukan pembekuan cepat blast freezing pada suhu -400C dengan waktusekitar 15 jam. Pembekuan putih telur tidak banyak masalah, tetapi pada kuningdan whole egg dapat mengalami kerusakan selama pembekuan karena air akanterpisah dari bahan padat kuning telur dan dapat menurunkan sifatfungsionalnya terutama daya Pengeringan TelurPrinsip pengeringan adalah penghilangan air dari telur sehingga cukuprendah untuk menghentikan pertumbuhan mikroorganisme dan menghambatlaju reaksi kimia. Proses pengeringan akan menghasilkan produk berupa telurkering atau tepung telur/bubuk telur yang awet. Keuntungan produk telurkering, yaitu 1 biaya simpan rendah, baik disimpan kering atau dingin danbutuh ruang lebih kecil dibanding telur utuh atau cair; 2 biaya transport lebihrendah daripada telur beku atau cair; 3 mudah ditangani secara saniter; 4tidak peka terhadap pertumbuhan bakteri selama penyimpanan; 5memungkinkan pengendalian yang tepat akan jumlah air yang digunakan dalamformulasi; 6 keseragaman yang baik; 7 memungkinkan pengembanganberbagai convenience food berbagai macam produk telur kering yaitu putih telur kering dried eggwhite, kuning telur kering dried egg yolk, gabungan putih dan kuning telur 33kering dried whole egg. Berdasarkan proses pengeringannya dikenal beberapamacam produk putih telur kering. Hampir semua produk putih telur kering telahdihilangkan glukosa alaminya sebelum pengeringan dan stabil pada hampirsemua kondisi penyimpanan Hill dan Sebring, 1990. Beberapa produk putihtelur kering yaitua. Spray dried egg white, adalah putih telur kering yang dikeringkan denganmetode spray drying. Ada dua tipe produk ini, yaitu tipe pengembangwhipping type dan tipe bukan pengembang nonwhipping type, yangkeduanya berbeda penggunaannya atau sifat fungsional Pan-dried egg white, adalah putih telur kering yang dihasilkan dari prosespengeringan dengan metode pan drying. Produknya berbentuk serpihanflake, granula dan bubuk powder, digunakan untuk pembuatanpermen Instant-dissolving egg white, adalah produk putih telur yang dikeringkandengan spray drying dan memiliki sifat sangat mudah larut dalam beberapa produk tersebut diatas, juga ada produk campuranseperti dried blends whole egg and Yolk with Carbohydrate sucrose,corn syrup.Ada juga produk scramble egg mix campuran putih telur, kuning telur, susu skim,garam, minyak nabati dan produk imitation whole egg yang biasanya berbasisputih telur dengan tambahan minyak nabati dan susu skim milk sebagaipengganti bagian kuning Telur KeringPengeringan telur diarahkan untuk mendapatkan produk akhir yangsaat digunakan mempunyai sifat-sifat mendekati bahan awalnya, yakni telur cairsegar. Sifat-sifat penting untuk produk telur kering seperti sifat membuih, sifatemulsi, sifat koagulasi, Sifat membuih bila dikocok. Sifat ini penting untuk pembuatan roti, kue danpermen. Putih telur akan kehilangan sifat membuihnya bila dikeringkan tanpaperlakuan pendahuluan dan panas berlebihan. Pemanasan putih telur di atas570C menyebabkan hilangnya sifat membuih. Sejumlah kecil kuning telurkurang dari 0,03 % berat basah yang mengkontaminasi putih telur selamapemecahan dan pemisahan dapat mempengaruhi sifat membuih putih membuih kuning telur juga dapat hilang karena pecahnya emulsiglobula lemak menjadi lemak bebas. Karbohidrat dapat ditambahkan padawhole egg dan kuning telur untuk mencegah hilangnya sifat Sifat emulsi. Kuning telur, putih telur dan whole egg merupakan emulsifieryang baik untuk produk pangan. Kemampuan mengemulsi dari kuning telur 4kali lipat putih telur, sedangkan sifat mengemulsi whole egg akan mengubah sifat mengemulsi tersebut. Stabilitas emulsimayonnaise yang terbuat dari whole egg kering dan kuning telur keringmenurun bilamana produk tersebut disimpan 350C selama 3 bulan. Perubahanhanya sedikit jika disimpan 230C atau kurang selama 6 Sifat koagulasi. Di bawah kondisi pengeringan dan penyimpanan yang layak,sifat koagulasi oleh panas produk telur kering tetap baik; tetapi jika kondisipengeringannya sangat “keras” dan jika kondisi penyimpanannya jelek, 34produk whole egg dan kuning telur dapat kehilangan sifat koagulasi panasnyaseperti pada sifat Perubahan cita rasa dan nutrisi. Cita rasa dapat berubah karena kondisipengeringan dan penyimpanan yang jelek. Salah satu faktor terpenting yangmenyebabkan jeleknya stabilitas penyimpanan produk telur kering adalahglukosa alami yang ada. Hampir semua produk putih telur mempunyaiglukosa bebas, oleh karenanya jika dihilangkan lebih dulu sebelumpengeringan maka akan sedikit mengalami perubahan cita rasa selamapengeringan. Pengeringan di bawah kondisi normal hanya sedikitmenyebabkan hilangnya sifat nutritif telur. Vitamin A, Vitamin B sepertithiamin, riboflavin, asam pantotenat dan asam nikotinat masih terukur dalamwhole egg kering dan esensial dijumpai sama dengan produk telur segar. Nilaiprotein telur kering tetap tidak berubah. Namun bila kondisi pengeringan danpenyimpanan yang jelek dapat merusak nutrisi Metoda pengeringanPengeringan telur dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaituspray drying, pan drying, dan freeze drying. Metode spray drying merupakanmetoda yang paling banyak digunakan. Pada spray drying, cairan diatomkan kedalam aliran udara panas. Atomisasi akan menghasilkan luas permukaan yangsangat besar sehingga evaporasi air sangat cepat Bergquist, 1990. Udarayang digu-nakan disaring untuk menghilangkan debu, kemudian dipanaskansampai suhu 121-2320C. Bubuk yang terbentuk dipisahkan dari udara kering dikeluarkan dari alat pengering, kemudian didinginkan, diayak,dan pan drying digunakan untuk menghasilkan produk putih telurflake-type. Nampan-nampan pans diisi putih telur dan disusun pada rak dalamruangan yang dipanaskan. Evaporasi air berlangsung perlahan-lahan danmeninggalkan lapisan kristal yang disebut flake. Pengeringan sampai kadar air12 – 16% akan menghasilkan flake-type material. Produk dengan ukuran 1,5 –12,5 mm umumnya dianggap flake; lebih halus dari ini disebut putih telurgranular. Dapat juga digiling menjadi bubuk freeze drying terbatas penggunaannya, karena kapasitas alatnyarelatif kecil. Air dihilangkan dari produk yang dalam keadaan beku. Produkdibekukan dan divakumkan hingga sekitar 0,25 atmosfer. Panas harus dipasokke produk pada suhu relatif rendah, sekitar 20-300C, sampai prinsipnya sederhana namun peralatannya sangat kompleks danbiayanya lebih mahal daripada metoda pengeringan yang Pengolahan TelurTelur dapat diolah menjadi beberapa macam produk makanan, baik telursebagai bahan utama maupun sebagai bahan campuran. Telur sbg bahan utamadapat diolah sebagai telur rebus, telur asin, telur pindang, telur dadar, telurceplok, omellete. Telur sebagai bahan campuran dapat diolah sebagai roti atauproduk bakery, es krim, salad dressing,mayonaise, dll. Sifat membuih dari telur 35baik putih telur maupun kuning telur digunakan sebagai bahan pengembangmakanan, sifat mengemulsi dari kuning telur digunakan sebagai emulsifier, sifatmudah menggumpal baik putih maupun kuning telur digunakan sebagaipemertebal dan pengikat thickener and binder,selain itu juga telur digunakansebagai pemberi citarasa flavor dan kuning telur sebagai pemberi Telur RebusTelur rebus sering dihidangkan sebagai kudapan berupa telur rebus yangmasih bercangkang maupun yang telah dikupas. Telur rebus yang telah dikupas,lebih lanjut dapat diolah menjadi aneka lauk pauk yang lezat seperti acar telur,sambal goreng telur, rendang telur dan lain-lain. Selain itu, telur dapat diolahmenjadi telur asin, telur pindang dan sebagainya, yang penyajiannya berupatelur rebus yang masih bercangkang. Telur rebus ini tidak menarik disajikan bilacangkangnya pecah dan begitu pula bila telur rebus yang telah dikupas ternyataalbumennya menempel pada cangkang yang menyebabkan metoda perebusan telur telah banyak dilakukan dan dicobauntuk mencegah agar telur tidak pecah cangkangnya pada waktu perebusan,namun demikian hasil dari metoda-metoda tersebut masih beragam, tergantungkondisi telur yang direbus. Menurut Sheldon dan Kimsey 1985, telur rebusyang baik hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut cangkang tidak pecahselama perebusan, cangkang mudah dikupas dan albumen yang menggumpaltidak melekat pada cangkang, dan kuning telur terpusat dengan baik dan tidakterlihat cincin gelap. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian pecah cangkangketika telur direbus adalah ketebalan cangkang, ukuran dan bentuk cangkang,umur telur dan temperatur penyimpanan telur, temperatur awal dari air yangdimasak. Waktu perebusan dan suhu pemasakan berpengaruh terhadap kejadianpecah selama perebusan dan perubahan warna kuning telur Stadelman danRhorer, 1984; Hatta et al., 1997.Menurut Stadelman 1990, dalam mengukur kemudahan kupas dapatdilibatkan 2 faktor pengupasan yaitu waktu yang dibutuhkan untukmenghilangkan cangkang, dan kenampakan telur rebus setelah kupas telur rebus ada kaitannya dengan pH putih telur; telur denganpH putih telur 8,7 atau lebih biasanya mudah dikupas. Britton dan Fletcher1987 menyatakan bahwa pengaruh lingkungan pada pH putih telur merupakanfaktor utama yang mendukung peningkatan kemudahan kupas. PenghilanganCO2dari lingkungan sekitar telur mempercepat hilangnya CO2dari putih telur,meningkatkan pH putih telur dan meningkatkan kemudahan kupas. Pelapisantelur dengan minyak dan penyimpanan dingin menghambat penurunan pHsehingga telur sulit dikupas setelah Egg Board merekomendasikan perebusan telur dengan carameletakkan telur selapis dalam panci yang telah ditambahkan air paling sedikit 1inci di atas telur, ditutup dan dipanaskan dengan cepat sampai mendidih,kemudian sumber panas dimatikan dan dibiarkan tertutup sampai 15-17 menituntuk telur yang besar Stadelman, 1990. Sesuaikan naik atau turunnya waktukira-kira 3 menit untuk setiap ukuran telur yang lebih besar atau lebih didinginkan seluruh telur dalam air dingin yang mengalir selama 5 menituntuk mencegah permukaan kuning telur berwarna gelap. 36Sheldon dan Kimsey 1985 melaporkan prosedur perebusan telurdengan memasukkan telur ke dalam air kemudian dipanaskan hingga mendidihdan dibiarkan mendidih selama 20 menit, memberikan temperatur internal telurpaling tinggi 98,7oC dibandingkan dengan metoda perebusan telur dengan caratelur dipanaskan dalam air sampai mendidih dan dibiarkan dalam keadaanpanas selama 20 menit 95,6oC, dan dengan metoda steaming selama 20 menit89,4oC.American Egg Board memberikan petunjuk mengupas telur sebagaiberikut dinginkan telur rebus dengan cepat dan melalui air dingin yangmengalir cepat selama 5 menit, retakkan cangkang pada semua permukaandengan membenturkan pelan pada meja, putar telur di antara tangan untukmelonggarkan cangkang, kemudian kupas mulai dari ujung tumpul. Pendinginandi bawah air mengalir atau mencelupkan dalam air menjadikan pekerjaanpengupasan lebih mudah. Sebenarnya mesin pengupas telur telah dikembangkan,namun semua mesin menyobek banyak putih telur; oleh karena itu mengupastelur banyak dikerjakan secara Telur AsinTelur asin salted egg merupakan produk awetan dari pengasinan cara pengawetan dengan pengasinan ini menimbulkan perubahan rasatelur yakni menjadi asin, maka dapat dikatakan pula bahwa telur asinmerupakan salah satu produk olahan telur. Telur asin telah lama dikenalmasyarakat, baik di Indonesia maupun di negara lain di Asia. Di China telur asindikenal dengan Hulidan, dan di Taiwan dikenal Shyandan. Telur asin utuhdikonsumsi sebagai bagian dari diet reguler, namun kuning telur asin jugadigunakan sebagai bahan isian pada beberapa produk pangan seperti moon cakekue bulan, glutinous rice dumpling, dsb. Proses pembuatan telur asinmelibatkan penggunaan garam NaCl/ garam dapur, dan bahan-bahan NaCl garam dapur dalam pengolahan pangan disampingmemberikan rasa asin, juga dapat menghambat kerusakan karena mikroba. NaCldapat masuk kedalam telur melalui pori-pori cangkang dengan proses ionisasi,difusi dan osmosis. NaCl terionisasi menjadi Na+dan beberapa cara pengasinan telur yang telah dikenal, baik secarapelumuran dengan adonan maupun secara perendaman dengan larutan telur dengan cara pelumuran adonan dikerjakan denganmenggunakan campuran garam dan serbuk material dengan perbandingantertentu kemudian ditambah air secukupnya sampai terbentuk adonan sepertipasta. Serbuk material yang digunakan dapat berupa batu bata merah, abu,lumpur atau pasir. Telur yang telah dipilih dan dicuci dilumuri atau dibenamkandalam adonan sehingga seluruh permukaan telur terkena adonan. Setelah itudisimpan beberapa lama, biasanya 7 – 10 hari. Pengasinan telur dengan caraperendaman dalam larutan garam dikerjakan dengan menggunakan larutan NaCljenuh atau larutan NaCl 20 – 30% selama beberapa waktu, biasanya 7 – 10 hari. 37Kriteria telur asin matang yang baik dan disukai yaitu cangkang tidakpecah/retak, putih telur kenyal, kuning telur masir, berwarna menarik orangesampai merah dan berminyak. Selama pengasinan, air meninggalkan telursedangkan garam masuk ke dalam putih dan kuning telur. Eksudasi minyakdalam kuning telur seiring dengan waktu akibat dehidrasi dan denaturasiprotein Minyak yang tereksudasi dari kuning telur asin berada dalam bentuklipid bebas yang dilepaskan dari lipoprotein. Lipid bebas pada interface bulatangranula kuning telur memberikan tekstur yang masir gritty pada kuning telurasin Telur dihasilkan oleh ternak unggas, khususnya ayam petelur. Telur jugadihasilkan oleh jenis ungags yang lain seperti telur itik dan telur burungpuyuh. Telur dikenal sebagai bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Proteintelur dikenal mempunyai nilai gizi tinggi yang memiliki kandungan asamamino esensial Telur segar relatif mudah rusak, sehingga perlu upaya pengawetan. Telursegar akan mengalami perubahan selama penyimpanan, yang ditandai antaralain berkurangnya bobot telur, bertambah besarnya rongga udara,berkurangnya proporsi putih telur kental, membesarnya kuning telur,peningkatan pH, perubahan bau dan tanda telur dapat diterapkan pada kondisi telur utuh maupun untukisi telur. Pengawetan telur utuh meliputi dry packing, perendaman dalamlarutan kapur, perendaman dalam water glass, perendaman dalam larutangaram, perendaman dalam larutan penyamak nabati, penyimpanan dingin,dan pelapisan cangkang. Pengawetan telur yang sudah dipecah dapat berupacair liquid egg, beku frozen egg atau kering dry egg, baik sebagai wholeegg keseluruhan isi telur, ataupun putih dan kuning telur secara Telur juga dapat dikeringkan isinya sehingga dihasilkan produk telur utuhkering, putih telur kering, dan kuning telur kering. Proses pengeringan dapatmempengaruhi sifat fungsional telur keringnya pada waktu digunakan untukpengolahan produk pangan. Perubahan sifat tersebut yaitu sifat membuih,sifat emulsi, sifat koagulasi, sifat nutrisi dan sifat Telur dapat diolah menjadi beberapa macam produk makanan, baik telursebagai bahan utama maupun sebagai bahan campuran. Telur sbg bahanutama dapat diolah sebagai telur rebus, telur asin, telur pindang, telur dadar,telur ceplok, omellete. Telur sebagai bahan campuran dapat diolah sebagairoti atau produk bakery, es krim, salad dressing,mayonaise, PUSTAKABergquist, 1990. Egg Dehydration. In Stadelman dan Cotterill Ed..Egg Science and Technology. Food Products Press., New York. Hal. and Westhoff. 1988. Food Microbiology. McGraw-Hill Book Co.,Singapore. 38Hatta, H., T. Hagi, and K. Hirano. 1997. Chemical and Physicochemical Propertiesof Hen Eggs and Their Application in Foods. In T. Yamamoto, Juneja, and M. Kim Eds.. Hen Eggs Their Basic and Applied Science. CRCPress, Washington DC, p. and M. Sebring. 1990. Desugarization of Egg Products. In dan Cotterill Ed.. Egg Science and Technology. FoodProducts Press., New York. Hal. A. And K. M. Shahani. 1973. Removal of glucose from eggs A review. Food Technol., Vol. 36, No. V., T. Crogguennec., M. Anton and F. Nau. 2011. Processed EggProduct. In Y. Nys; M. Bain and F. V. Immerseel Ed. Improving The Safetyand Quality of Eggs and Eggs Products. Woodhead Publishing Limited,Cambridge, J. M., X. Anton, C. Redondo-Valbuena, C. Roca-Savedra, P. Roca-Savedra,J. A. Rodrigues, A. Lamas, C. M. Franco, and A. Cepeda. 2015. Egg andegg-derived foods effects on human health and use as functional 7, 1976. Poultry Products Technology. The Avi Publishing CompanyInc., Westport, and Fletcher. 1973. Eggs and Egg Products. Canada Department ofAgriculture. and Romanoff. 1949. The Avian Egg. John Wiley & Sons, Inc.,New S., N. Guyot and Y. Nys. 2019. The golden egg nutritional value,bioactivities, and emerging benefit for human health. Nutrients, 11, and H. R. Kimsey. 1985. The effect of cooking methods on thechemical, physical and sensory properties of hard-cooked eggs. Poult. W. J. 1990. Hard Cook Egg. In Stadelman dan Cotterill Ed..Egg Science and Technology. Food Products Press., New York. 2004. Factors affecting egg internal quality and egg shell quality inlaying hens. J. Poult. Sci. 41161– DAN PERTANYAAN1. Berdasarkan strukturnya, bagian telur yang memiliki nilai gizi protein tinggiadalaha. Cangkangb. Putih telurc. Kuning telurd. Khalaza2. Telur dikenal sebagai bahan pangan yang bergizi baik dan bermanfaat bagikesehatan, karenaa. Kandungan proteinnya tinggi dengan asam amino esensial lengkapb. Mengandung asam lemak esensialc. Tidak mengandung mengandung kolesterold. Sumber vitamin A dan D3. Telur yang berkualitas baik ditandai dengan kondisi berikut ini, kecuali 39a. Masih kecilnya rongga udarab. Masih utuhnya cangkangc. Membesarnya rongga udarad. Bobot telur normal4. Selama penyimpanan telur akan mengalami perubahan isinya yang ditandaidengana. Bertambahnya komponen putih telur Mengecilnya kuning Meningkatnya pH isi telurd. Menurunnya pH isi telur5. Sifat-sifat fungsional telur berikut ini penting pada pengolahan produk pangan,kecualia. Sifat membuihb. Sifat kelarutanc. Sifat koagulasid. Sifat emulsi6. Garam dapur NaCl mempunyai efek mengawetkan telur karena mekanismeberikut ini, kecualia. Mengakibatkan plasmolisis sel mikrobab. Meningkatkan air bebas telurc. Menurunkan kelarutan oksigend. Ion klor bersifat racun bagi mikroba7. Metode ini tidak dapat digunakan untuk pengawetan telura. Perendaman telur dalam larutan NaClb. Perendaman telur dalam larutan penyamak nabatic. Prendaman telur dalam water glassd. Perendaman telur dalam minyak mineral8. Telur dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan produk berikut ini, kecualia. Mayonnaiseb. Moon cakec. Salted eggd. Sweetened eggTugas Mandiri1. Buatlah naskah tentang potensi gizi telur untuk pengembangan produk panganolahan. Gunakan sedikitnya 3 referensi dari jurnal internasional mutakhirterbit 10 tahun terakhir.2. Carilah sebuah naskah publikasi pada jurnal internasional mutakhir. Buatlahrangkuman isi naskah tersebut dan berikan pembahasan khusus terhadap haldianggap menarik dan mempunyai peluang untuk dikaji lanjut ataudikembangkan. 403. TEKNOLOGI PENGOLAHAN Karakteristik Daginga. Komposisi DagingSetelah hewan disembelih, bagian hewan yang akan dikonsumsimerupakan karkas. Selain kulit, karkas terdiri dari otot daging, lemak, dantulang Tabel 5.. Umumnya produk olahan daging daging ruminansia dandaging unggas berasal dari karkas yang terdiri dari jaringan otot daging.Secara garis besar, jaringan otot ini dibagi menjadi otot polos, otot lurik, danjaringan ikat. Daging merupakan komponen yang dapat dimakan setelah postmortem dari hewan. Dalam tulisan ini, hewan yang dimaksud adalah ternakyang terdiri dari sapi, domba, biri-biri, kambing, unggas, dan babi. Selaindaging, bagian yang biasa dikonsumsi adalah hati dan 5. Komposisi karkas berbagai jenis hewan ternakRerata proporsi berat hidup %*termasuk ke dalam non karkasSumber Kauffman 2012Daging setelah penyembelihan mempunyai warna yang bervariasi mulaidari merah ungu gelap sampai pucat atau keabu-abuan. Hal ini disebabkan olehperbedaan kadar mioglobin dan faktor biologis lainnya seperti pH. Mioglobinmerupakan protein yang dalam proses fisiologi berperan mengikat oksigen dankarbon dioksida. Warna daging dada ayam sangat pucat yang disebabkan 41kadar mioglobinnya yang rendah, akan tetapi warna paha sapi sangat merahyang disebabkan kadar mioglobin yang daging bervariasi tergantung dari jenis hewan dengankomponen yang sangat berpengaruh terhadap komposisi daging adalah daging adalah sebagai beirkut1% abu umumnya terdiri dari kalium, natrium, klorin, magnesium,kalsium, san besi,1% karbohidrat dalam bentuk glikogen pada saat hewan belumdisembelih, dan berubah menjadi asam laktat setelah penyembelihan,5% lipid,21% komponen mengandung nitrogen terutama protein72% sisanya adalah airPerbandingan komposisi daging dengan tulang dan lemak ditunjukkanTabel 6. Otot atau daging tertentu mempunyai kadar lipid sampai 15% sepertidaging di bagian perut, tetapi pada bagian lain kadar lemak kurang dari 2%. Diluar lemak, rasio protein/air adalah sekitar 0,3 dan umumnya rasio ini tetaptidak pada hewan yang sudah dewasa. Pada kasus kota membutuhkankomposisi daging secara cepat, maka dengan berdasarkan data kadar air dapatdiperkirakan kadar lemak dan protein. Jika rasio protein/air adalah 0,3,sedangkan kadar abu dan karbohidrat relatif tetap dan kadar keduanya sekitar2%, maka kadar lipid dapat diperkirakan yang dihitung by difference. Sebagaicontoh, jika daging mempunyai kadar air 70% A, maka kadar protein P yangsetara dengan rasio protein/air P/A=0,3 atau P/70=0,3, maka P = 21 atau 21%.Dengan mengurangkan dengan kadar abu dan karbohidrat sebesar 2%, makankadar lemak adalah 100 – 21 kadar protein – 2 kadar abu+glikogen – 70kadar air = 7%.Tabel 6. Perbandingan komposisi kasar daging, lemak, dan tulangKomponen bernitrogen terutama proteinSumber Kauffman 2012Komponen lain yang terdapat dalam daging terdiri adalah asam lemak, gliserol,komponen nitrogen non protein seperti DNA dan RNA. ammonia, kompponenmengandung gugus amin, dan Komponen daging tanpa lemak lean meatDaging tanpa lemak terdiri dari 10% jaringan kontraktil jaringan yangdapat berkontraksi yang terdiri dari protein miofibril aktin, miosin, danlainnya dalam susunan teratur berupa fibril, fibre, dan fibre bundels 2% protein jaringan ikat, 6% protein sarkoplasma yang dikelilingi airkadar air sekitar 75% dan komponen-komponen larut air seperti mioglobin,garam, dan vitamin, dan lemak serta komponen lainnya sebesar 3,5%. 42Berdasarkan jenis protein, protein dalam daging digolongkan menjadi 4golongan yaitu1. Protein miofibril sebagai jenis protein terbesar yang mencapai 60% dari totalprotein daging2. Protein sarkoplasma sejumlah 29% dari total protein3. Protein stroma sejumlah 6% dari total protein4. Protein granular sebesar 5% dari total proteinb. Lemak dalam dagingJaringan lemak atau adiposa dalam daging terdiri atas 80-85% lemak,5-10% air, dan 10% jaringan ikat. Jaringan lemak dalam daging biasanyaberwarna kekuningan. Warna kuning tersebut berasal dari karotenoid dalampakan seperti rumput. Lemak dalam daging berperan terhadap flavor pada jenis asam lemak dalam daging, flavor atau bau daging sangatbervariasi. Daging babi mempunyai bau yang disebabkan oleh asam lemakjenis dan aldehid tidak jenuh. Pada karkas atau daging, lemak dibagi menjadi 3kelompok yaituLemak dalam daging atau intramuscular fat yang terdapat antara musclefibre dan fibre bundle. Lemak ini dikenal sebagai lemak marblingmarbling fat yang berepran terhadap rasa juicy, flavor dan keempukandaging. Peternak sapi di Kobe, Jepang terkenal dalam menghasilkandaging dengan kadar lemak marbling tinggi sehingga dagingnya terkenalenak, juicy, dan sangat empuk. Lemak marbling yang tinggi tersebutdiperoleh melalui pengelolaan pakan dan perlakuan terhadap sapi yangsangat istimewa.Lemak antar otot atau intermuscular fat.Lemak di bawah kulit subcutaneous fat atau lemak penyimpanandeposit fat. Struktur DagingDaging terdiri dari sel paralel, tipis, dan panjang yang tersusun menjadifiber bundles Gambar 3. Setiap serat daging muscle fiber ada dalam bentuksatuan yang terpisah yang diselubungi oleh jaringan ikat yang disebutendomisium endomysium. Sejumlah serat daging ini bergabung bersamadalam suatu ikatan serat fiber bundle yang diselaputi oleh jaringan ikat tipisyang disebut perimisium perimysium. Sejumlah fiber bundle bergabung dandibungkus oleh jaringan ikat yang tebal dan besar yang disebut epimisiumepimysium. 43Gambar 3. Struktur otot atau daging. 1. Epimisium, 2. Perimisium, Muscle fiber Belitz et al., 2009Membran yang mengelilingi masing-masing muscle fiber disebut sarkolemasarcolemma yang mempunyai ketebalan 75 nm. Sarkolemma terdiri dari tigalapis endomisium, lapisan tengah yang amorf, dan membran plasma bagiandalam. Muscle fiber merupakan sel-sel berinti banyak. Inti sel diselubungioleh cairan yang disebut sarkoplasma sarcoplasm dan komponen sel lainnyaseperti mitokondria, retikulum endoplasma, dan lisosom. Pada kondisi aerobik,energi sel dihasilkan dalam bentuk ATP di dalam mitokondria. Lisosommenghasilkan endopeptidase yang berperan pada proses pengempukan 4. Struktur daging Feiner, 2006Muscle fiber atau sel daging muscle cell mempunyai diameter 0,01 sampai0, 1 mm dan panjang 150 mm atau lebih. Komponen utama sel daging adalahmiofibril myofibril yang masing-masing mempunyai diameter 1-2 um. 44Sampai 1000 miofibril tersusun secara paralel dalam sel daging. Pada dagingunggas yang mempunyai rasio miofibril terhadap sarkoplasma yang tinggi,kontraksi terjadi secara cepat tetapi cepat mengalami relaksasi. Sebaliknyapada daging merah yang lebih sedikit miofibril, kontraksi terjadi secara lambattetapi lebih kontraktil dari serat daging disebut dengan sarkomer Gambar mempunyai panjang 2 mm dan terletak di antara dua garis z Z line.Aktin berikatan dengan garis Z dan sebagian berikatan dengan ujung terhubungkan dengan garis M M line. Pita I merupakan zona dimanatidak terdapat tumpang tindih dengan miosin, sedangkan zona H merupakanruang dimana tidak ada tumpang tindih aktin dan miosin. Pita A mewakilimiosin. Satu unit sarkomer membentang antar garis Z yang terdiri dari filamentipis dan 5. Struktur sarkomer Feiner, 2006Gambar 6. Contoh suatu sarkomer pada kondisi relaksasi a dan berkontraksib. 1. Pita I, 2. Pita A, 3. Garis Z, 4. Garis M, 5. Filamen tipis, 6. Filamen tebal, H. I. Filamen tipis dekat garis Z, II. Tumpang tindih filamen tipis dan tebal,III. Filamen tebal, IV. Garis M Belitz et al., 2009Pada saat relaksasi, hanya sebagian aktin dan miosin yang tumpang kondisi relaksasi ini sarkomer bersifat memanjang. Sebaliknya pada saatkontraksi, aktin dan miosin saling berinteksi menyebabkan sarkomer menjadilebih pendek. Perubahan pasca penyembelihanPerubahan kimia terjadi setelah hewan ternak disembelih, dan setelahpenyembelihan terjadi perubahan dari otot menjadi daging, dan prosesperubahan tersebut sangat kompleks. Ketika hewan ternak masih hidup danbernafas, suplai oksigen ke dalam jaringan otot cukup dan digunakan untukmenghasilkan energi dari glikogen. Pada kondisi ini terjadi perubahan glikogenmenjadi glukosa kemudian asam laktat yang menyebabkan pH dagingmenurun dari 7,0-7,2 menjadi 5,5-6,5. Proses ini disebut dengan glikolisis danterjadi secara normal. Pada kondisi abnormal, dapat terjadi kondisi yang tidkdiinginkan yangharus dihindari karena akan berdampak pada mutu prdukolahan daging yang dihasilkan. Kondisi tersbeut adalah sebagai berikutDaging pucat, lunak, dan berair PSE condition - pale, soft, exudative.Disebabkan oleh pH menurun secara cepat pada saat kondisi hewan masihhangat yang disebabkan suplai glikogen terjadi secara cepat. Biasanyadisebakan kondisi penyembelihan yang menyebabkan hewan menjadi adalah protein larut air protein sarkoplasma mengendap, dayaikat air yang rendah, dan warna pucat.Daging kering, keras, dan warna gelap DFD condition - dry, firm, dark meat.Terjadi akibat suplai glikogen yang lambat akibat hewan kelaparan, kelelahan,atau stress berkepanjangan sebelum disembelih. Hal ini menyebakan asamlaktat yang terbentuk sedikit dan pH tetap tinggi. Keadaan ini menyebabkanwarna lebih gelap, tekstur padat, dan daya ikat air lebih baik tetapi kualitasmikrobiologis rendah akibat pH yang tinggi. Istilahnya pada daging sapidisebut dark cutting dan glazy pada daging penyimpangan ini harus dihindari dengan mengendalikan kondisisebelum dan pada saat penyembelihan. Daging dengan kualitas baik diperolehdari hewan yang eshat, diberi pakan yang baik, dan tidak stress. Ketika hewandisembelik, ATP adenosin trifosfat dalam otot berubah menjadi ADP adenosindifosfat dan AMP adenosin monofosfat dengan melepaskan energi yangmenyebabkan karkas berkontraksi. Setelah waktu tertentu, otot mengalamirelaksasi yang menunjukkan berakhirnya masa rigor mortis masa ototberkontraksi dan kaku. Waktu rigor mortis tergantung dari jenis hewanseperti ditunjukkan Tabel 7. Perbandingan komposisi kasar daging, lemak, dan tulangSumber Greiser dan Guo 2012Daging yang didinginkan yang dipasok ke pabrik olahan daging umumnya masariogro mortis sudah tercapai dan tidak menimbulkan masalah. Jika pada wakturigor mortis dilakukan proses pemotongan, pembekuan, atau pemasakan,biasanya daging menjadi keras Teknologi Pengolahan Primer DagingDaging dan produk olahan daging merupakan topik yang luas yangmencakup berbagai jenis pangan dan teknologi pengolahan. Daging terdiridari otot, lemak, dan jarinagn ikat yang dimanfaatkan sebagai pangan, baik darihewan ternak ruminansia, unggas, maupun ikan. Produk olahan daging terdiridari daging segar yang diproses tanap pemasakan seperti pemotongan,penggilingan, pendingian, curing seperti dendeng/jerky. dan pembekuan, sertaproduk olahan yang mengalami pemasakan processed meat seperti sosis,daging burger, nugget, daging kornet corned dan lainnya. Istilah untuk dagingdan produk olahan daging adalah sebagai berikuta. Pengolahan primer merupakan pengolahan daging dalam bentuk mentah danbelum siap dikonsumsi. Pengolahan ini meliputi penyembelihan,penanganan karkas, pengempukan daging, perbaikan kualitas daging,pendinginan, dan pembekuan. Produk dari hasil pengolahan primer inibiasanya diolah lebih lanjut dalam pengolahan Pengolahan sekunder secondary processing mengubah karakteristik daridaging dengan mengubah bentuk, ukuran, atau sifat kimia denganpenambahan ingredien lain untuk meningkatkan flavor, fungsionalitas, dannilai ekonomi. Contohnya adalah produk emulsi daging, daging kering,daging asapc. Produk daging adalah semua hasil pemasakan daging misalnya, daging Produk olahan daging product manufacturing yaitu produk yang diolahdengan menambahkan bahan lain, seperti sosis, nugget dan lainnyaTabel 8. Daging dan produk olahan dagingKyuring atauTanpa KyuringSemua,terutamasapi, babi,unggasAir, fosfat, garam,antioksidanBiasanyautuh,SebagiangilingAir, fosfat, garam,flavor,antioksidan,pemanisAir, garam,pemanis, fosfatAir, fosfat, garam,pemanisGaran, rempah,pemanis, bumbuYa, Sebagiantanpa kyuringGaran, rempah,pemanis, bumbu 47Produk yangdibentuk formedproductsSumber Maddock 2012 Pengempukan DagingKeempukan daging merupakan hal terpenting karena mempengaruhi rasadan rasa enak ketika mengonsumsi daging. Pengempukan daging terdiri daridua fase yaitu pengempukan awal, dan pengempukan lanjutan. Keempukandaging dipengaruhi oleh 4 faktor utama yang juga dipengaruhi pengolahansekunder , yaitu1. Protein protein yang berperan dalam daging adalah protein dari protein kontraktil ini yang mempengaruhi daging mengalami disintegritas terdegradasi dengan bertambahnyawaktu selama post mortem. Enzim dapat membantu mempercepatkeempukan dengan mendegradasi protein kontraktil seperti merupakan salah satu metode untuk pengempukan Panjang sarkomer. Portein otot bekerja karena mempunyai kemampuanuntuk bergeser sehingga sarkomer mengerut kontraksi atau memanjangrelaksasi. Pada kondisi mengerut, otot mengalami kontraksi danmenyebabkan daging menjadi keras. Pada kondisi rifor mortis, sarkomermengalami kontraksi sampai fase rigor mortis Jaringan ikat. Jenis dan jumlah jaringan ikat sangat pentiing dalam prosespengempukan daging. Jumlah jaringan ikat yang tinggi menyebabkandaging menjadi keras. Ketika hewan meningkat umurnya, jaringan ikatmengalami pengikatan silang antar fibril dari Komposisi daging. Jumlah lemak, wair, dan protein dalam dagingmempengaruhi keempukan. Walaupun tidak selalu, jumlah lemak dalamotot intramuscular/ marbling fat berkaitan dnegan beberapa cara untuk mengempukkan daging. Selain denganpemeraman aging secara alami penyimpanan pasca penyembelihan,pengempukan mekanis, enzimatis, dan kimia merupakan tiga metode yangumum digunakan untuk mengempukkan Pengempukkan mekanis. Dilakukan dengan cara merusak serat dagingdan jaringan ikat menggunakan tusukan jarum. Metod eini cocok digunakanuntuk daging yang dimasak matang, karena ada resiko kontaminasi mikrobadari jarum yang Pengempukan enzimatis. Enzim dari beberapa tanaman tropis sepertinanas bromelain, papaya papain serta buah ara ficin mampumengempukkan daging. Enzim ini mendegradasi protein otot secara mini harus disuntikkan ke dalam potongan dagin, atau direndam selamaproses marinasi perendaman dnegan bumbu. Akan tetapi, daging sapimuda tidak memerlukan enzim untuk proses Pengempukan kimiawi. Pengempukan ini dilakukan dengan menambahkanasam, biasanya cuka, pada daging segar. Asam akan mendegradasi jaringanikan dan protein miofibril sehingga memperbiaki keempukan. Perbaikan Kualitas Daging Enhanced MeatPerbaikan kualitas daging dapat dilakukan dengan cara menambahkanbumbu-bumbu dan bahan-bahan lain untuk meningkatkan warna dan rasaterutama keempukan dan juiciness. Bahan-bahan tambahan tersebut biasanyaberupa air, garam, fosfat, dan dengan cara dinjeksikan atau dibalurkan padapotongan daging. Proses penambahan bumbu dan bahan lain ini biasa dilakukan dengan cara perendaman, pembaluran, atauinjeksi pada potongan daging. Larutan marinasi biasa ditambahkan sekitar10% dari berat daging. Penambahan bahan-bahan marinasi selain dilakukanpada potongan daging juga dapat dilakukan pada daging giling atau dagingkyuring. Pada larutan marinasi, air dibutuhkan untuk melarutkan bahan-bahanlain. Garam memperbaiki flavor dan membantu pengikatan air oleh biasanya dalam bentuk fosfat alkalin seperti natrium tripolifosfat, umumdigunakan pada marinasi. Fosfat berfungsi memperbaiki kemampuanpengikatan air dan juga bersifat antioksidan. Garam dan fosfat berfungsimemoerbaiki daya ikat lain yang biasa digunakan untuk marinasi dengan cara injeksiadalah asam organic seperti asam laktat. Asam ini berfungsi meningkatkanflavor dan memperpanjang daya simpan. Antioksidan dapat ditambahkanuntuk mencegah pembentukan flavor yang tidak diinginkan. Flavor ataupenguat rasa flavor enhancer serta bumbu-bumbu dan protein nabati dapatjuga ditambahkan pada larutan marinasi. Pengempuk daging alami seperti ficin,bromelain, dan papain juga dapat ditambahkan untuk meningkatkankeeempukan daging melalui degradasi serat daging dan jaringan ikat olehaktivitas protease enzim Teknologi Pengolahan Sekunder Kyuring DagingDaging kyuring merupakan produk olahan daging yang luas danumumnya juga merupakan hasil pengolahan sekunder. Kyuring bertujuanmemperbaiki warna, rasa, dan pengawetan. Kyring dapat dilakukan padadaging utuh maupuan daging giling. Hampir semua jenis daging dapatdikyuring seperti sapi, babi, dan produk lainnya. Bahan utama untuk kyuringdaging adalah nitrit atau nitrat. Kyuring merupakan tahapan penting padabeberapa produk olahan daging seperti sosis, daging burger, dan daging kornetcorned beef. Tujuan pembentukan warna merah cerah tidak akan tercapaijika proses kyuring mengalami kegagalan, Untuk memahami proses kyuring,maka perlu dipahami terlebih dahulu perubahan yang terjadi pada mioglobinsebagai pigmen daging yang mengalam perubahan selama proses Pigmen daging mioglobinPada proses kyuring terjadi perubahan warna daging menjadi merahcerah yang permanen. Reaksi pembentukan warna tersebut terjadi akibatperubahan yang terjadi pada mioglobin sebagai pigmen warna merah merupakan protein berbentuk bulat globin yang berikatan dengancincin hematin Gambar Cincin hematin dalam mioglobin berikatandengan satu atom besi dalam bentuk Fe2+ ferro. Pada kondisi tanpa adanya 49oksigen dan Fe dalam bentuk ferro, mioglobin berwarna merah ini tidak bisa dilihat karena ada pada bagian dalam daging. Ketikadaging dipotong, mioglobin akan berikatan dengan oksigen membentukoksimioglobin dengan atom Fe tetap dalam bentuk ferro. Proses pengikatanoksigen oleh mioglobin ini disebut oksigenasi. Oksimioglobin menimbulkanwarna merah pada daging yang biasa kita lihat. Pada kondisi adanya senyawapengoksidasi, Fe2+ ferro dapat berubah menjadi Fe3+. Pada kondisi tidak adaoksigen, maka akn terbentuk metmioglobin yang berwarna coklat dan Fe adadalam bentuk ferri. Jika oksimioglobin dengan atom ferro mengalami oksidasi,maka ferro akan berubah menjadi ferri dan terbentuk oksi metmioglobin yangberwarna coklat 7. Struktur mioglobin Shakilaahmed, 2018. Warna merah meruakanprotein globin, warna kuning merupakan inti hematin dengan atom proses kyuring daging, mioglobin atau oksimioglobin akan berikatandengan nitrit membentuk nitrosil mioglobin yang berwarna merah. Jika nitritberikatan dengan metnioglobin atau oksimetmioglobin, maka akan terbentuknitrosil metmioglobin yang berwarna coklat. Warna coklat ini tidak diinginkansehingga pada proses kyuring pembentukan nitrosil metmioglobin harus daging dipanaskan atau daging mengalami proses termal, protein globinpada nitrosil mioglobin akan terdenaturasi menyebabkan terbentuknitrosilhemokromogen yang berwarna merah cerah. Warna merah cerahnitrosil hemokromogen ini yang diinginkan dari proses kyuring. Akan tetapi,jika nitrosil metmioglobin yang berwarna colat dipanaskan akan terbentuknitrosyl hemikromogen yang juga berwarna coklat. Oleh karena itu dalamproses kyuring harus ditambahan bahan pereduksi yang mampu mencegahoksidasi Fe dari ferro menjadi Bahan kyuringBahan-bahan kyuring diperlukan untuk membentuk warna dan flavoryang diinginkan. Bahan-bahan tersbeut tidak hanya nitrit atau nitrat tetapibahan-bahanlain yang menunjang pembentukan warna dan flavor yang yang umum digunakan untuk proses kyuring adalah air, garam, gula, dannitrit/nitrat. Sebagai tambahan digunakan fosfat dan eritrobat/ bumbu-bumbu ditambahkan seperti lada hitam dan madu yangdigunakan dengan cara dioleskan di permukaan daging atau ditambahkan padalarutan Garam. Merupakan bahan dasar untukkyuring yang digunakan dalambentuk larutan garam atau campuran kering. Garam berfungsi memberikanrasa dan juga pentingd alam melarutkan daging. Garam yang digunakanbiasanya dalam bentuk granula atau butiran yang disebut “corn” sehingga 50timbul istilah corned beef yaitu daging yang diberi garam butiran/ Bahasa Indonesia berubah menjadi daging kornet. Supaya rasaasinnya tidak terlalu tajam, garam biasanya digunakan bersama-sama denganpemnias sheingga dihasilkan rasa yang lembut. Garam juga mempengaruhirendemedn dan sifat tekstur. Garam yang diguankan harus garamberkualitas tinggi food grade. Pengotor logam dalam garam dapatmempercepat proses oksidasi sehingga menimbulkan bau tengik. Fosfat dannitrit bersifat menghambat proses oksidasi. Jumlah penggunaan garamdalam proses kyuring sangat beragam. Jumlah terlalu tinggi menyebabkanterlalu asin, sednagkan terlalu rendah menyebabkan protein daging Pemanis. Ada beberapa jenis gula yang biasa ditambahkan pada proseskyuring seperti sukrosa, dekstrosa, dan sirup jagung. Fungsi gula adalahmengimbangi rasa asin dari garam dan juga memperkaya flavor. Sukrosajuga berperan sebagai pengawet akan tetapi peran sebagai pengawetmenyebabkan rasanya terlalu manis. Industri biasanya lebih menyukaimenggunakan dekstrosa cair atau sirup jagung karena lebih mudah Nitrit NO2 dan nitrat NO3. Fungsi awal dari nitrit dalam proses kyuringadalah untuk mengahsilkan warna. Selain membentuk warna, nitrit jugaberfungsi sebagai antibakteri, menghambat oksidasi lemak. dan jugamempengaruhi flavor. Sampai saat ini peran nitrit tersebut tidak nitrit merupkaan garam dengan asam lemah dan basa kuat. Ion nitritbersifat sangat reaktif dan mudah larut air. Pada proses kyruing, nitrat harusberubah menjadi nitrit kemudian berubah menjadi nitrous acid HONO dankemudian NO berekasi dnegan mioglobin membentuk nitrosyl mioglobinMbNO. Dengan adanya udara, NO bersifat mudah teroksidasi. Nitritbersifat sebagai antioksidan dan MbNO juga bersifat antioksidan. Ketikadipanaskan MbNO membentuk kompleks yang stabil nitrosilhemokrom yangmenghambat sifat katalitik Fe dan mencegah Fe lepas dari Bahan tambahan kyuring. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalamproses kyuring adalah askorbat dan eritrobat, fofat, pati, dan Asam askorbat atau eritrobat mempercepat konversi nitrit menajdi NOdalam proses pembentukan warna daging kyuring, sehingga sering disebutakselerator kyuring. Peran eritrobat sama dengan adam asam askorbat atau eritrobat menurunkan waktu kyuring,warn yang terbentuk lebih seragam, dan flavor serta warna lebih lebih sering digunakan karena harganya lebih asam askorbat biasamya maksimum 550 ppm. Larutankyuring pickle yang digunakan umumnya 10% dari berat Fosfat. Industri pangan banyak menggunakan fosfat alkali tidak hanyauntuk produk kyuring daging dengan tujuan utama mencegah berperan meningkatkan pH dan melarutkan protein daging. Fosfatberfungsi meningkatkan kuat ionik cairan daging sehingga meningkataknhidrasi protein tanp amenyebakan peningkatan rasa asin. Pada titikisoelektrik protein daging, yaitu 5-5,0, kemapuan menaham air sangatrendah. Peningkatan pH menyebabkan kemampuan menahan airmeningkat. Penambahan natrium fosfat biasanya 0,2-0,5% dalam bentuksodium tripolifosfat STPP. Fungsi lain dari fosfat adalah sebagai buffer,mengkelat logam, dan berperan sebagai polianion yang meningkatkan kuat 51ionik dari larutan. Jenis fosfat yang diijinkna untuk digunaka dalamlarutan kyuring adalah disodium phosphate, monosodium phosphate,sodium metaphosphate, sodium polyphosphate glassy, sodiumtripolyphosphate, sodium pyrophosphate, sodium acid pyrophosphate,sodium hexametaphosphate, dipotassium phosphate, monopotassiumphosphate, potassium tripolyphosphate, dan potassium pyrophosphate. STPPdan campurannya dengan heksa metafosfat umumnya digunakan dalamproduk kyuring. Penggunaan fosfat meningkatan daya ekstraksi proteindaging dan meningkatkan stabilitas pemasakan karena lebih mampumenahan Pati. Pati merupakan ingridien multiguna yangdigunakan dalamberbagai produk pangan. Pati berperan membentuk tekstur, pengikat,dan memperbaiki rasa di mulut produk daging. Pati yang paling banyakdigunakan untuk olahan daging adalah pati serealia dan umbi-umbianyang masing-masing mempunyai karaktersitik yang Hidrokoloid yang paling banyak digunakan untuk olahan daging adalahkaragenan dengan penggunaan kurang dari 1%. Karaginan harusdipanaskan terlebih dahulu supaya dapat berfungsi membentuk gel yangkokoh tetapi elastis. Selain karaginan, hidrokoloid yang dapat diguankandalam olahan daging adalah tepung Metode kyuringBerbagai metode kyuring banyak digunakan baik proses kyuring skalarumah maupun industri besar. Sebenarnya metode yang ada saat inimerupakan modifikasi dari teknologi dasar kyuring yaitu kyuring metode keringdry curing dan metode basah menggunakan larutan kyuring pickle curing.Metode kyuring meliputi1. Kyuring kering dry salt curingMerupakan metode kyuring yang pertama dilakukan. Metode inimenggunakan garam saja atau kadang-kadang ditambahkan nitrit atau keluar dari daging karena adanya bahan kyuring dan kemudian ditiriskan,sehingga daging menjadi lebih kering dan keras. Di beberapa daerah, biasanyadicampurkan kyuring metode kering ini umumnya berupa garam, gula, nitrat,dan nitrit. Cara yang praktis biasnaya dnegan membalurkan campuran bahankyuring ke permukaan daging dan daging dibiarkan selama waktu metode kering ini biasanya dikombinasikan dengan menginjeksikanlarutan garam. Kadar garam yang digunakan biasanya jenuh sekitar 10%.2. Kyuring larutan garamPerendaman dalam larutan garam biasanya diikuti dengan kyuringmetode kering dan beberapa waktu lalu sudah dilakukan secara daging direndam dalam larutan kyurinng pickle yang memungkinkanbahan-bahan kyuring berpenetrasi. Proses ini biasanya lambat dankemungkinan bisa terjadi pembusukan daging sebelum proses kyuring ini metode ini sudah jarang Metode injeksi 52Merupakan metode standar yang dilakukan industry saat ini yaitu denganmenginjeksikan larutan pickle ke dalam potongan daging. Injeksimeningkatkan efisiensi dan menghasilkan distribusi yang lebih merata. Adatiga metode dasar untuk injeksi ini yaitu pemompaan arteri artery pumpingyaitu larutan pickle diinjeksikan pada pembuluh arteri dalam daging, penusukandengan satu jarum pada berbagai lokasi stitch injection, dan injeksi denganbanyak jarum multi needle injection menggunakan mesin. Yang terakhir iniyang saat ini banyak digunakan oleh Produk Emulsi DagingProduk emulsi daging saat ini tersedia di pasaran dalam berbagai jenniesproduk. Gaya hidup yang berubah menjadi serba praktis menyebabkan produkemulsi daging ini laris dan banyak diminati. Produk emulsi daging antara lainberupa sosis berbagai jenis wiener, frankfurter, bologna dll, daging kornet,daging burger, bakso, rollade, dan nugget. Daging sapi banyak diolehmenjadi produk emulsi. Contoh produk emulsi untuk daging ayam antara lainsosis ayam, burger ayam, rollade ayam, bakso ayam, dan nugget produk emulsi ini, protein daging berperan sebagai miofibril pat menstabilkan meulsi karena mampu berada padaantarmuka minyak/lemak dan air. Ketika globula lemak dikelilingi oleh proteindaging, maka emulsi terbentuk. Pengolahan lebih lanjut seperti pemanasanmenyebabkan protein daging terdenaturasi dan memperkuat sistem miofibril juga membentuk gel yang kuat. Akan tetapi proteinsarkoplasma tidak berkontribusi dalam pembentukan emulsi karenamembentuk gel yang air kemampuan menahan air merupakan sifat penting dariproduk emulsi daging. Jumlah air yang terikat tergantung dari peran aktin danmyosin sebgaia protein miofibril yang kemampuan pengikatannya dipengaruhioleh pH. Pada pH di atas atau di bawah pH isoelektrik, kemampuan mengikatair meningkat. Penambahan garan menyebabkan perubahan muatan elektrikprotein dan mengakibatkan peningkatan kemampuan mengikat emulsi daging yang dapat dipotong sliceable biasanya berteksturkompak, seperti sosis. Produk ini biasanya diolah dari daging giling haluscomminutted meat dicampur dengan lemak, air, dan es dan bahan tambahangaram, nitrat, fosfat, bumbu, flavor, dan lainnya. Bahan lain seperti sususkim bisa ditambahkan dan berperan meningkatkan kekompakan produk dankemampuan untuk dipotong sliceability. Garam akan mengekstrak proteindaging dan kemudian protein daing mengemulsikan lemak, membetuk gel yangkemudian distabilkan dengan pemanasan dan mengubah bahan menajdi produkyang padat. Jumlah lemak yang ditambahkan berkisar 15-30%. Setelahdicampur, bahan-bahan kemudian dimasukkan ke dalam selongsong casingalami ataupun sintetik. Bahan sosis yang sudah adalam casing kemudiandipanaskan dalam oven atau diasap. Setelah dipanaskaan atau diasap, sosisdidinginkan dengan cara disemprot air atau dicelupkan ke dalam air beberapa produk, selongsong sintetik biasanya dilepaskan terlebih selongsongnya dapat dimakan, maka biasanya dibiarkan tetap menempelseperti pada produk bockwurts. Sifat sosis yang dapat dipotong ini adalahkohesif. 53Produk emulsi daging yang bersifat tidak kohesif atau tidak kompakspreadable diolah dengan cara pemasakan daging giling kasar. Lemak biasaditambahkan pada kadar 45-50% kemudian dicampur dengan kaldu. Proteinnon daging seperti susu skim, susu bubuk, dan konsentrat protein kedelaidigunakan sebagai penstabil. Formulam produk ini juga mencakupbumbu-bumbu, rempah-rempah, dan bahan tambahan lain. Adonan kemudiandimasukkan ke dalam selongsong atau kaleng secara hati-hati untuk mencegahudara terperangkap. Udara dapat menghambat transfer panas danmeningkatkan oksidasi lipid dan pigmen. Pemanasan menyebabkan perubahanadonan berbentuk gel menjadi bertekstur yang tidak kompak spreadable.Lemak yang digunakan dalam formula biasanya lemak sapi atau babi, dan bisadiganti dengan minyak Daging AsapSebelum diasap, daging biasanya dikyuring atau digarami, ataukadang-kadang dimasak terlebih dahulu. Daging asap seringkali merupakanmakanan khas suatu daerah seperti daging Sei dari Nusa Tenggara merupakan salah satu produk kyuring dan pengasapan. Pengasapandilakukan pada suhu yang secara bertahap meningkat dalam ruangan dengankelembaban rendah. Produk hasil pengasapan ini sebaiknya dikemas secaravakum untuk mencegah oksidasi lipid karena umumnya mempunyai aktivitas airyang industri, pengasapan dilakukan dalam ruangan yang disebutsmokehouse. Dalam ruang pengasapan ini, asap dihasilkan dari hasilpembakaran kayu jenis tertentu. Jenis kayu sangat berperan menentukanflavor daging asap yang dihasilkan. Kayu-kayu tersbeut biasanya sudahdipotong bentuk balok yang seragam atau berbentuk serbuk gergaji. Lamapengasapan bisa berjam-jam dan pengasapan tradisional biasanya memakanwaktu pemasakana terjadi pembentukan warna dan cita rasa khasdaging asap. Warna terbentuk karena adanya reaksi Maillard antara karbonil hasilpirolisis kayu dengan gugus amin dari protein daging. Reaksi ini menyebabkanwarna keemasan dari produk. Flavor terbentuk dari interaksi antarakomponen-komponen dalam asap dengan komponen-komponen yang ada di dagingselain juga dikontribusikan oleh reaksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan asap cair. Asapcair bisa dibuat dari berbagai kayu keras dengan cara asap dikondensasi. Asapcair telah digunakan secara luas dalam berbagai produk pangan termasuk olahandaging dengan tujuan utama untuk mendapatkan flavor yang asap cair biasanya dilakukan dengan pembaluran, penyemprotan,atau perendaman. Asap cair biasa dipekatkan supaya karaktersitik asapnyalebih kuat, juga biasa dilakukan fraksinasi dan pemurnian. Asap cair ini jugabisa diubah menjadi bentuk bubuk. Komposisi kimia asap cair tergantungdari jenis kayu dan kadar air kayu. kadar air mempengaruhi suhu pirolisis danasap yang Daging FermentasiSosis dibuat dengan cara menggiling daging sampai halus danmenambahkan bahan-bahan kyuring dan bahan lainnya. Beberapa jenis sosis 54secara tradisional difermentasi dengan metode back-slopping yaitu daging darihasil fermentasi sebelumnya ditambahkan pada adonan sosis baru yang akandifermentasi. Saat ini, inudtsri sosis modern menggunakan kultur starter untukproduknya. Pada pengolahan tradisional, fermentasi dilakukan secara spontan,dimana mikroba berasal dari mikroba yang secara alami terdapat pada dagingyang dipengaruhi oleh kadar garam dan lingkungan. Daging tersebut kemudiandimasukkan ke dalam selongsong alami ataupun sintetik. Pada sosis keringdry sausage Daging dalam selongsong kemudian dibiarkan mengalamifermentasi pada suhu yang terkontrol yang biasanya 10-24C pada kelembabanrelatif 90% selama 1-7 hari. Sosis semi kering difermenrasi pada suhu yanglbeih tinggi 30-40 C selama beberapa hari. Pengeirngan dilakukan padakelembaban dan waktu yang berbeda tergantung dari jenis sosis. Beberapajenis sosis diasap dan dimasak sebelum dikeringkan. Proses pengolahan sosisyang berbeda-beda ini menyebbakan perbedaan kadar air. Produk sosisfermnetasi ini mempunyai sejarah yang panjag dan awalnya diolah secaratradisional. Contoh sosis kering yang difermentasi adalah chorizo,pepperoni,dan salami. Produk sosis fermnetasi ini dibuat dari berbagai jenis dagingseperti sapi, babi, ayam. kambing, kuda, unta, dan Komposisi daging bervariasi tergantung dari jenis hewan dengan komponenyang sangat berpengaruh terhadap komposisi daging adalah lipid. Kadarlipid daging tergentung dari jenis bagian karkasnya. Warna dagingditentukan oleh kadar mioglobin. Daging tanpa lemak terdiri dari 10%jaringan kontraktil jaringan yang dapat berkontraksi yang terdiri dariprotein miofibril aktin, miosin, dan lainnya; 2% protein jaringan ikat, 6%protein sarkoplasma yang dikelilingi air kadar air sekitar 75% dankomponen-komponen larut air seperti mioglobin, garam, dan vitamin, danlemak serta komponen lainnya sebesar 3,5%. Berdasarkan jenis protein,protein dalam daging digolongkan menjadi 4 golongan yaitu protein miofibril,sarkoplasma, stroma, dan granular. Pada karkas atau daging, lemak dibagimenjadi 3 kelompok yaitu lemak dalam daging atau intramuscular fat yangdikenal sebagai lemak marbling yang berperan terhadap rasa juicy, lemakantar otot, dan lemak di bawah kulit atau lemak Setiap serat daging muscle fiber ada dalam bentuk satuan yang terpisahyang diselubungi oleh jaringan ikat yang disebut endomisium endomysium.Sejumlah serat daging ini bergabung bersama dalam suatu ikatan serat fiberbundle yang diselaputi oleh jaringan ikat tipis yang disebut perimisiumperimysium. Sejumlah fiber bundle bergabung dan dibungkus olehjaringan ikat yang tebal dan besar yang disebut epimisium epimysium.Unit kontraktil dari serat daging disebut dengan sarkomer. Perubahankimia terjadi setelah hewan ternak disembelih, dan setelah penyembelihanterjadi perubahan dari otot menjadi daging. Setelah penyembelihan, dagingmengalami kekakuan rigor mortis. Setelah waktu tertentu, ototmengalami relaksasi yang menunjukkan berakhirnya masa rigor Keempukan daging merupakan hal terpenting karena mempengaruhi rasadan rasa enak ketika mengonsumsi daging. Ada beberapa cara untukmengempukkan daging. Selain dengan pemeraman aging secara alami 55penyimpanan pasca penyembelihan, pengempukan mekanis, enzimatis, dankimia merupakan tiga metode yang umum digunakan untukmengempukkan Perbaikan kualitas daging dapat dilakukan dengan cara menambahkanbumbu-bumbu dan bahan-bahan lain untuk meningkatkan warna dan rasaterutama keempukan dan juiciness. Bahan-bahan tambahan tersebutbiasanya berupa air, garam, fosfat, dan dengan cara dinjeksikan ataudibalurkan pada potongan daging. Proses penambahan bumbu dan bahanlain ini disebut Kyuring bertujuan memperbaiki warna, rasa, dan pengawetan. Kyringdapat dilakukan pada daging utuh maupuan daging giling. Pada proseskyuring terjadi perubahan warna daging menjadi merah cerah yangpermanen. Reaksi pembentukan warna tersebut terjadi akibat perubahanyang terjadi pada mioglobin sebagai pigmen warna merah daging. Bahanutama proses kyuring adalam garam nitrat atau nitrit, gula, dan tambahan yang biasa digunakan dalam proses kyuring adalahaskorbat dan eritrobat, fofat, pati, dan hidrokoloid. Berbagai metodekyuring banyak digunakan baik proses kyuring skala rumah maupun industribesar. Sebenarnya metode yang ada saat ini merupakan modifikasi dariteknologi dasar kyuring yaitu kyuring metode kering dry curing dan metodebasah menggunakan larutan kyuring pickle curing.LATIHAN DAN PERTANYAANStudi kasusBerdasarkan analisis Saudara dengan didasarkan pada teori yang telah dipelajari,tentukan solusi untuk permasalahan dalam soal berikut ini1. Produk daging sapi asap merek X dipasarkan dalam kemasan plastic polipropilen 1,0 mm dan di ritel diletakkan pada chilling case. Prosespengolahan daging asap tersbeut meliputi kyuring dengan menggunakangaram nitrit, garam, gula dan bumbu, kemudian dilakukan pengasapanmenggunakan kayu ebony. Akan tetapi produk tersebut mempunyai umursimpan yang pendek yaitu hanya 2 bulan yang disebabkan Saudara mengapa ketengikan pada produk tersebut mudah terjadi?bagaimana cara untuk mengatasinya?2. Produk sosis bratwurst yang dibuat oleh PT Sosisu merupakan produk yangdiolah seperti sosis umumnya menggunakan ingridien untuk kyuring, garamfosfat, bumbu, dan tambahan pewarna angkak. Sosis ini menggunakanselongsong dari kolagen yang dapat dimakan. Hanya saja yang menjadimasalah adalah tekstur dari sosis ini tidak kompak dan mudah Saudara, apa penyebab masalah ini dan bagaimana solusinya?3. Selain masalah kekompakan struktur sosis, sosis bratwurst yang diproduksiPT Sosisu juga mempunyai tekstur yang keras ketika dikunyah dan kurangjuicy. Mengapa tekstur keras tersebut dapat terjadi dan apa solusi untukmencegah masalah ini?4. Suatu perusahaan bakso merek Babul-Bakso Bulat mempunyai masalahtekstur yang kurang kenyal dan cenderung keras. Daging untuk pembuatanbakso tersebut disuplai dari suatu rumah potong hewan berdasarkan 56pesanan. Setelah sapi disembelih, daging dieviserasi dan kemudiandikirim ke pabrik bakso. Di pabrik, daging tersebut langsung digiling dandiolah menjadi bakso karena kapasitas ruang pendinginan yang yang digunakan dalam proses pembuatan bakso tersebutadalah tapioka, garam, bumbu-bumbu, dan pengenyal STPP. MenurutSaudara, apa yang harus diperbaiki dari proses pembuatan bakso alasannya5. Suatu perusahaan nugget ayam merek “Nuggie Nugget” mempunyai masalahproduk yang telah disimpan selama 3 bulan dalam freezer mengalamiperubahan tekstur menjadi hampa dan kering. Nugget tersebut dibuat daridaging dada ayam giling, STPP, dan pati yang dilumuri dengan adonan cairdan tepung roti. Daging ayam giling disiapkan dengan menggiling dagingayam yang dicampur dengan serpihan-serpihan es. Mengapa perubahantekstur selama penyimpanan tersebut terjadi dan bagaimana cara untukmengatasinya?DAFTAR PUSTAKABelitz, H. D., W. Grosch, P. Schieberle. 2009. Food Chemistry. 4th revised andextended edition. Springer-Verlag, Berlin G. 2006. Meat Products Handbook Practical Science and Publishing, Cambridge, W. Guo. 2012. Postmortem Muscle Chemistry. In Y. H. Hui ed.Meat and Meat Processing. CRC Press, Taylor and Francis Group. BocaRaton. 2012. Meat Composition. In Y. H. Hui ed. Meat and MeatProcessing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca Raton. R. 2012. Meat and Meat Products. In Y. H. Hui ed. Meat andMeat Processing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca 2012. Meat-Curing Technology. In Y. H. Hui ed. Meat and MeatProcessing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca Raton. 2018. Iron - Myoglobin Hemoglobin Heme Iron PNG imageon March 31, 2018, 402 2012. Marination Ingredient Technology. In Y. H. Hui ed. Meatand Meat Processing. CRC Press, Taylor and Francis Group. Boca BACAAN LAINAlirezalu K, M. Pateiro, , M. Yaghoubi, A. Alirezalu, Peighambardoust, 2020. Phytochemical constituents, advanced extractiontechnologies and technofunctional properties of selected Mediterraneanplants for use in meat products. A comprehensive review. Trends in FoodScience & Technology 100 292-306Shaa, L., Xiong. 2020. Plant protein-based alternatives of reconstructedmeat Science, technology, and challenges. Trends in Food Science &Technology 102 51–61. ... In this study, sweet potato leaves were treated with blanching in order to reduce the unpleasant aroma of sweet potato leaves extract. [27], [28] stated that blanching treatment could activate enzymes that can affect the stability of foodstuffs, thereby increasing its organoleptic value. The degree of softness is greatly affected by overrun value. ...F K HartatiU HasanahB S SucahyoDuring the Covid19 pandemic, many people are looking for healthy foods to boost their immune systems. The immune system can be boosted by consuming foods that contain vitamins, phenols, flavonoids and antioxidants, and one of these foods is sweet potato leaves. Sweet potato leaves have not been utilised optimally. So, to increase its utilisation, sweet potato leaves can be processed into a popular product, one of which is ice cream. The purpose of this study was to make healthy ice cream with the addition of sweet potato leaves extract. This study used a Completely Randomised Design CRD 2 factors. The first factor was the concentration of skim milk 10%, 13%, 16%. Meanwhile, the second factor was the sweet potato leaves extract 5%, 10%, 15%. Each treatment was repeated three times. The test parameters used in this study were physical analysis, namely overrun; chemical analysis, namely antioxidants IC50, fat content, protein content, carbohydrate content, and crude fibre content; and organoleptic tests, including taste, colour, aroma, and softness. The results proved that S3D1 treatment with a concentration of 16% skim milk and 5% sweet potato leaves extract was the best treatment. This treatment obtained the highest Result Value RV, which is The other parameter results obtained were the taste test like; overrun 65%; softness like; IC50 value ppm; protein content of fat content carbohydrate content crude fibre content vitamin C mg; aroma 5,52 like; and colour like.... granula pati tanpa protein akan mudah pecah dan jumlah air yang masuk dalam granula pati akan lebih banyak sehingga pengembangan pati menjadi meningkat Visita dan Putri, 2014. Menurut Estiasih 2005, waktu pengadonan, pati akan menyerap air dari bahan dan memerangkap udara sehingga membentuk gelembung udara kecil, kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan maka terjadi proses gelatinisasi yang diawali dengan penggembungan pati pada saat penggorengan sehingga tekstur yang terbentuk garing, Pada penelitian ini penambahan ikan teri bertujuan untuk membantu dalam meningkatkan citarasa, aroma dan nilai gizi dari stik karena teri mengandung protein dan kalsium yang tinggi serta mempunyai kelebihan sifat, yaitu dapat dikomsumsi seluruh tubuhnya termasuk tulangnya. Oleh karena itu ikan teri merupakan sumber kalsium yang baik. ...Enny Enny Basuki S Sri WinartiKen Dina PuspitasariStik merupakan salah satu produk dalam katagori makanan ringan ekstrudat yang dibuat melalui proses ekstruksi dari tepung gadung, pati tapioka dan tepung teri dengan atau tanpa proses penggorengan. Penelitian ini bertujuan menentukan formulasi tepung gadung dan pati tapioka dan penambahan tepung teri yang disukai oleh panelis. Metode penelitian yang digunakan rancangan acak lengkap sederhana, satu faktor, 9 formulasi dan dua kali ulangan. Hasil terbaik diperole pada formulasi tepung gadung 74,80 gram, pati tapioka 18,70 gram dan tepung teri 16,50 gram, dengan kadar air 3,543%, kadar abu 3,935%, kadar kalsium 927,210 mg, kadar protein 10,880%, kadar pati 33,890%, kadar amilosa 11,390%, daya patah 1,726 N, nilai rasa 2,90, nilai tekstur 3,30 dan nilai aroma 1,80. Kata kunci tepung gadung, pati tapioka, tepung teri, stik DOI The low yield of fish protein concentrate cork is also caused by the drying effect. Besides aiming to preserve, drying also aims to reduce the volume and weight of the product Estiasih and Ahmaadi, 2011. Through this drying method may decrease the moisture content reached 60 % to 70 % producing in a low yield value. ...Study aimed to determine the optimum solvent for extraction of soluble protein albumin and identify the chemical composition of Snakehead fish [Channa striata Bloch, 1793] protein concentrate. The method was experimental while the treatments were the variation of solvents distilled water, HCl M, and NaCl Soluble protein albumin and yield parameters analyzed by using completely randomized design RAL which consist three treatments and four replications, the other parameters were described descriptively. The result showed that the highest soluble protein albumin was produced by HCl M solvent with yield, dry basis moisture content, total protein content, and fat content.... The low yield of fish protein concentrate cork is also caused by the drying effect. Besides for preservation, drying also aims to reduce the volume and weight of the product [18]. Therefore, the moisture content could decrease 60 % to 70 % producing materials in a low yield value. ...Study aimed to determine the optimum solvent for extraction of soluble protein albumin and identify the chemical composition of snakehead fish protein concentrate. The method was experimental while the treatments were the variation of solvents distilled water, HCl M, and NaCl %. Soluble protein albumin and yield parameters analyzed by using completely randomized design CRD which consist three treatments and four replications, the other parameters were described descriptively. The result showed that the highest soluble protein albumin % was produced by HCl M solvent with % yield, % dry basis moisture content, % total protein content, and % fat content. Aulia AlfiVirgin Coconut Oil VCO adalah bahan alami yang memiliki sifat antimikroba antivirus, antibakteri, dan antijamur. Sehingga VCO dapat memberikan efek pengawet pada bahan makanan, salah satunya adalah roti manis. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh VCO terhadap karakteristik fisik dan kimia dan umur simpan roti manis. Roti manis dianalisis secara fisik tekstur dan porositas dan kimia kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kandungan karbohidrat, dan analisis umur simpan dengan FFA, uji organoleptik dan jamur setiap dua hari selama delapan hari penyimpanan di suhu ruang. Variasi perlakuan roti manis adalah dari rasio konsentrasi VCO margarin mentega, K 0% 8% 8%; A 4% 6% 6%; B 8% 4% 4%, C 12% 2% 2%; D 16% 0% 0%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VCO tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik fisik dan karakteristik kimia roti manis. Namun, VCO berpengaruh signifikan terhadap kadar air roti manis yang dihasilkan, roti manis K memiliki kadar air tertinggi 22,36% dan berbeda dengan sampel roti manis lainnya. VCO secara efektif menghambat pertumbuhan jamur di roti manis pada konsentrasi 8%, 12%, dan 16%. Roti manis K dan A memiliki masa simpan 4 hari, sedangkan roti manis B, C, dan D memiliki masa simpan 6 kunci VCO, roti manis, karakteristik, umur simpanABSTRACTVirgin Coconut Oil VCO is a natural ingredient that has antimicrobial antiviral, antibacterial, and antifungal properties. So that VCO can provide a preservative effect on food ingredients, one of which is sweet bread. This research was conducted to evaluate the effect of VCO on characteristics physical and chemical and shelf life of sweet bread. Sweet bread was analyzed physically texture and porosity and chemistry moisture content, ash content, fat content, protein content, and carbohydrate content, and shelf life analysis with FFA, organoleptic and mold tests every two days for eight days of storage at ambient temperature. Treatment variations of sweet breads is from the ratio of the concentration of VCO margarine butter, K 0% 8% 8%; A 4% 6% 6%; B 8% 4% 4%, C 12% 2% 2%; D 16% 0% 0%. The results showed that VCO did not have a significant effect on the physical characteristics and chemical characteristics of sweet bread. However, the VCO has a significant effect on the water content of the sweet bread produced, sweet bread K has the highest moisture content 22,36% and it is different from other sweet bread samples. VCO effectively inhibits the growth of sweet bread mold at concentrations of 8%, 12%, and 16%. K and A sweet bread has a shelf life of 4 days, while sweet breads B, C, and D have a shelf life of 6 VCO, sweet bread, characteristics, shelf lifeEgg is an encapsulated source of macro and micronutrients that meet all requirements to support embryonic development until hatching. The perfect balance and diversity in its nutrients along with its high digestibility and its affordable price has put the egg in the spotlight as a basic food for humans. However, egg still has to face many years of nutritionist recommendations aiming at restricting egg consumption to limit cardiovascular diseases incidence. Most experimental, clinical, and epidemiologic studies concluded that there was no evidence of a correlation between dietary cholesterol brought by eggs and an increase in plasma total-cholesterol. Egg remains a food product of high nutritional quality for adults including elderly people and children and is extensively consumed worldwide. In parallel, there is compelling evidence that egg also contains many and still-unexplored bioactive compounds, which may be of high interest in preventing/curing diseases. This review will give an overview of 1 the main nutritional characteristics of chicken egg, 2 emerging data related to egg bioactive compounds, and 3 some factors affecting egg composition including a comparison of nutritional value between eggs from various domestic product of the lactoperoxidase system LPOS has been developed as a preservative agent to inhibit foodborne bacteria, but its action was, heretofore, limited to several original compounds in milk. This research was conducted to analyze the application of the lactoperoxidase system against Escherichia coli in fresh bovine milk and its derivative products to determine the strength of antibacterial activity. Lactoperoxidase was purified from bovine whey using the SP Sepharose Big Beads Column. The enzymatic reaction involving lactoperoxidase, thiocyanate, and hydrogen peroxide was used to generate the antibacterial agent from LPOS. This solution was then added to milk, skimmed milk, untreated whey, reduced-LPO whey, reduced-lactose whey, and high-lactose solution containing E. coli at an initial count of log CFU/mL. LPOS showed the greatest reduction of bacteria ± log CFU/mL in the reduced-lactose whey among the products tested. This result may lead to a method for enhancement of the antimicrobial activity of LPOS in milk and derived a type of fresh soft cheese made of bovine and buffalo milk, is a traditional dairy product used in South Sulawesi, Indonesia. It is prepared from fresh milk using the conventional method, which easily destroys the quality. This study was conducted to assess whether using lactoperoxidase system and lysozyme as preservative agents could suppress the growth of bacteria in dangke. The pH value, total microbial count, and hardness of dangke were determined to measure the quality. Lactoperoxidase and lysozyme were purified from fresh bovine milk, and their purity was confirmed using SDS-PAGE. The combination of lactoperoxidase system and lysozyme was able to remarkably suppress the total microbial count in dangke from to log CFU/ml during 8 h of storage at room temperature. Preserving dangke in this enzyme combination affected its hardness, but there was no remarkable change in the pH value. Results of this study may provide knowledge to utilize a new method to preserve the quality of dangke. Lei ShaYouling L. XiongBackground Plant-based meat alternatives are developed to address consumer demands and sustainability of future food supply, and the market has grown exponentially in recent years. Although progresses have been made to construct plant protein-based fibers organoleptically comparable to a whole-muscle cut, it remains challenging to reproduce the hierarchical organization of muscle tissue known to contribute to the overall sensory profile. For now, the market strategies are largely focused on restructured or formed meat mimeticks. Scope and approaches Literature search and supermarket surveys are conducted to identify processing technologies, product formulations, and the chemistry and functionality of various additives applied in meat alternatives production. Comparisons are made between muscle and legume proteins to elucidate disparities in macroscopic aggregation properties that may be greatly diminished through fabrication and ingredient innovation. Due to the highly formulated and processed nature, the nutrition, health, and safety of plant-based meat alternatives are analyzed. Key findings and conclusion Thermoextrusion is found to be the principal reconstructuring technique for meat-like fiber synthesis from plant proteins. Soy and pea proteins, gluten, and polysaccharides are the major building blocks. Through physicochemical interactions, plant proteins are able to aggregate into particles and anisotropic fibrils to impart meat-like texture and mouthfeel. Vegetable oil blends and spices are used to modify the texture and flavor; pigments are added to impart color; vitamins, minerals, antioxidants, and antimicrobials are incorporated to boost nutrition and improve shelf-life. Opportunities exist to overcome technology obstacles and nutrition and safety challenges in further developing the alternatives Antioxidants and antimicrobials are increasingly becoming important additives in meat industry to extent shelf life and increase acceptability. Oxidative changes and microbiological activities have negative effects on the sensory, stability, nutritional and acceptability properties of the meat products. Mediterranean plant extracts and essential oils EOs have been studied as potential natural antimicrobials and antioxidant activity added to meat and meat products, as well as medicinal and functional properties. In recent years, plant derivatives are fairly becoming important in minimal processed products because of the high phenolic content, what allows to enhance the color stability and decrease off-flavors. Scope and approach This review provides recent information of phytochemical components, advanced extraction technologies and phenolic composition of Mediterranean plant extracts and EOs, as well as their antioxidant, antimicrobial, health promotion and sensory properties as natural preservatives in meat and meat products. Key findings and conclusions A high concentration of phenolic and flavonoid content was observed in microwave assisted extraction MAE, followed by ultrasound assisted extraction UAE, conventional solvent extraction, and CO2 extraction. Phenolic acids and terpenoids were usually among the major components of common Mediterranean plant extracts and essential oils, respectively. Rosemary, garlic, lavender, leek, olive leaf, onion, oregano, pepper, peppermint, sage and Satureja montana are most important aromatic Mediterranean plant species used in meat industry and have exhibited similar or better antimicrobial and antioxidant properties than chemical preservatives. Flavonoids have beneficial effects on human and have been linked with the prevention of atherosclerosis, hypertension, dementia, diabetes and thrombosis. Arun ShahaniGlucose affects adversely the storage stability of dried eggs and causes undesirable changes in physico-chemical and functional properties of the powder. Therefore, microbial or enzymic techniques are used to desugar eggs before drying. A comprehensive review of the microbial and enzymic techniques to remove glucose from eggs is presented. Factors affecting the efficiency of the two methods are discussed as well as their effect on the physico-chemical and functional properties of the final product. Regardless of the techniques used in desaccharification, egg powders prepared after removal of glucose exhibit better functional properties than untreated are economical and of high nutritional value, yet can also be a source of foodborne disease. Understanding of the factors influencing egg quality has increased in recent years and new technologies to assure egg safety have been developed. Improving the safety and quality of eggs and egg products reviews recent research in these areas Volume 2 focuses on egg safety and nutritional quality. Part one provides an overview of egg contaminants, covering both microbial pathogens and chemical residues. Salmonella control in laying hens is the focus of part two. Chapters cover essential topics such as monitoring and control procedures in laying flocks and egg decontamination methods. Finally, part three looks at the role of eggs in nutrition and other health applications. Chapters cover dietary cholesterol, egg allergy, egg enrichment and bioactive fractions of eggs, among other topics. With its distinguished editors and international team of contributors, Volume 2 of Improving the safety and quality of eggs and egg products is an essential reference for managers in the egg industry, professionals in the food industry using eggs as ingredients and all those with a research interest in the subject.
0% found this document useful 0 votes3 views28 pagesOriginal TitleJENIS BAHAN MAKANANCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes3 views28 pagesJenis Bahan MakananOriginal TitleJENIS BAHAN MAKANANJump to Page You are on page 1of 28 You're Reading a Free Preview Pages 7 to 8 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 13 to 26 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
0% found this document useful 0 votes5K views10 pagesOriginal TitleKUMPULAN SOAL Prakarya PENGOLAHAN - Bahan pangan setengah jadiCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes5K views10 pagesKUMPULAN SOAL Prakarya PENGOLAHAN - Bahan Pangan Setengah JadiOriginal TitleKUMPULAN SOAL Prakarya PENGOLAHAN - Bahan pangan setengah jadiJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
ArticlePDF AvailableAbstractUbi jalar merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengganti beras. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang terdiri atas jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Pati merupakan salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri, baik pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui varietas ubi jalar dan suhu pengeringan terbaik terhadap sifat fisik dan kimia pati ubi jalar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu pengeringan B. Faktor varietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, kadar air, dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna pati ubi jalar yang dihasilkan. Faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap swelling power dan kadar air pati ubi jalar. Faktor interaksi antara varietas ubi jalar dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Berdasarkan analisis organoleptik pati ubi jalar yang disukai oleh panelis adalah pati ubi jalar dari varietas muara dengan suhu pengeringan 60 °C dengan nilai kesukaan warna penerimaan antara biasa sampai suka. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]33KARAKTERISTIK SIFAT FISIKOKIMIA PATI UBI JALAR DENGAN MENGKAJI JENIS VARIETAS DAN SUHU PENGERINGANPhysicochemical Properties of Sweet Potato Starches by Studying Their Varie-ties and Drying TemperaturesIrhami1*, Chairil Anwar2, Mulla Kemalawaty21Program Studi Agroindustri, Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh BesarJl. Bandara Iskandar Muda Km 12 Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 233722Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh BesarJl. Bandara Iskandar Muda Km 12 Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 23372*Penulis Korespondensi email irhamistp 24 Agustus 2018 Direvisi 9 Januari 2019 Diterima 26 Maret 2019 ABSTRAKUbi jalar merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk dikembangkan se-bagai bahan pengganti beras. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang terdiri atas jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ter-nak, dan bahan baku industri. Pati merupakan salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri, baik pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui varietas ubi jalar dan suhu pengeringan terbaik terhadap sifat sik dan kimia pati ubi jalar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu pengeringan B. Faktor va-rietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, kadar air, dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna pati ubi jalar yang dihasilkan. Faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap swelling power dan kadar air pati ubi jalar. Fak-tor interaksi antara varietas ubi jalar dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Berdasarkan analisis organoleptik pati ubi jalar yang disukai oleh panelis adalah pati ubi jalar dari varietas muara dengan suhu pengeringan 60 °C dengan nilai kesukaan warna penerimaan antara biasa sampai suka. Kata kunci Fisikokimia Pati Ubi Jalar; Suhu Pengeringan; Varietas Ubi JalarABSTRACTSweet potatoes are source of carbohydrates that have potential to be developed as a substitute for rice. Sweet potato has a variety of species consisting of local species and several superior varieties. Sweet pota-toes can be used as food, animal feed, and industrial raw materials. Starch is one form of sweet potato pro-cessing that can be used as raw material among industries, both food, and non-food industries. This study aims to determine the sweet potato variety and the best drying temperature for the physical and chemical properties of sweet potato starch. This study uses factorial completely randomized design CRD consisting of two factors, sweet potato variety A and drying temperature B. Sweet potato varieties consisted of four levels A1 = local varieties, A2 = muara varieties, A3 = jago varieties, and A4 = sukuh varieties. Drying temperature factor B consists of three levels, B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, and B3 = 60 °C. The results showed that sweet potato varieties had a very signicant effect on yield, gelatinization temperature, swelling power, water content, and signicantly affected to the organoleptic color of sweet potato starch produced. Drying temperature factor had a very signicant effect on swelling power and moisture content of sweet potato starch. The interaction factors between sweet potato varieties and drying temperature had no signicant Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]34PENDAHULUANUbi jalar merupakan sumber karbohi-drat yang dapat dimanfaatkan sebagai sum-ber bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Ubi jalar adalah tanaman mer-ambat yang sangat banyak ragamnya. Ubi jalar dalam bentuk segar mudah rusak akibat faktor mekanik, siologis, dan mikrobiologis yang berkaitan dengan kadar air yang tinggi serta tidak tahan lama disimpan. Ubi jalar yang mudah rusak ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yaitu pengola-han menjadi didapatkan melalui proses ek-straksi karbohidrat yakni pengecilan ukuran melalui grinding pemarutan dilanjutkan proses ekstraksi dengan memakai pelarut biasanya air untuk mengeluarkan kandun-gan pati melalui sendimentasi atau pengen-dapan, selanjutnya dikeringkan pada suhu dan lama waktu tertentu hingga mendapat-kan pati yang siap digunakan Martunis, 2012.Pati ubi jalar diperoleh dari umbi ubi jalar dengan sistem pengolahan basah. Proses pembuatan pati ubi jalar di Indone-sia masih belum berkembang, seperti halnya pati dari ubi kayu atau tapioka yang berkem-bang pesat. Pemilihan varietas ubi jalar san-gatlah penting dan harus disesuaikan den-gan tujuan pemanfaatannya, karena setiap jenis ubi jalar memiliki karakteristik tertentu. Menurut Jusuf et al., 1998, pemilihan jenis ubi jalar yang digunakan untuk suatu jenis produk tertentu memiliki kriteria-kriteria yang harus diperhatikan, misalnya untuk pembuatan tepung ubi jalar hendaknya menggunakan varietas yang memiliki ren-demen tepung yang lebih dari 25% dengan bentuk umbi yang ubi jalar sebelum dilaku-kan proses pengolahan menjadi pati adalah dengan pengeringan. Secara umum, penger-ingan pati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan alat pengering. Pengeringan pati den-gan cara penjemuran masih dilakukan oleh industri tapioka. Keuntungan dari penger-ingan dengan menggunakan sinar matahari yaitu lebih murah dan mudah. Pengeringan ini juga memiliki kelemahan, yaitu berja-lan sangat lambat sehingga memungkinkan terjadinya pembusukan sebelum bahan-nya cukup kering. Kelemahan lainnya yaitu, hasil pengeringan tidak merata serta adanya kontaminan dari debu selama proses pen-geringan. Transfer panas yang tidak mera-ta kedalam bahan juga akan menyebabkan pati menjadi lembab, berbau asam, dan me-nyebabkan timbulnya jamur sehingga dapat menurunkan mutu pati. Selain menggunakan pengering den-gan matahari, maka salah satu alternatif lainnya adalah dengan menggunakan pen-geringan buatan oven. Proses pengeringan menggunakan oven memiliki keuntungan yakni suhu dan waktu pemanasan yang da-pat diatur Alim, 2004. Berkaitan dengan proses pengeringan. Novary 1997 men-gungkapkan bahwa waktu dan suhu penger-ingan yang digunakan tidak dapat ditentu-kan dengan pasti untuk setiap bahan pangan, namun hal tersebut bergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, diantaranya untuk jenis bubuk bahan pangan menggunakan suhu 40–60 °C selama 6–8 jam. Pada proses pengeringan pati dengan bantuan alat pen-gering maka proses tersebut dapat berlang-sung lebih cepat yaitu sekitar 6 jam Suismo-no, 2002. Untuk menghasilkan pati ubi jalar yang baik maka diperlukan penelitian untuk menentukan suhu terbaik dari beberapa va-rietas ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat sikokimia pati ubi jalar dengan mengkaji jenis varietas dan suhu yang digunakan pada peneli-tian ini adalah ubi jalar dari empat varietas effect on the levels of sweet potato starch ash. Based on the analysis of organoleptic sweet potato starch preferred by the panelists are sweet potato starch from muara varieties with a drying temperature of 60 °C with a favorite value of color acceptance between normal to likeKeyword Drying Temperature; Physicochemical Sweet Potato Starch; Sweet Potato Varieties Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]35yaitu varietas lokal yang berwarna daging umbi kuning, varietas muara yang berwarna daging umbi jingga, varietas jago dan varie-tas sukuh yang berwarna daging umbi putih dengan umur panen bulan. Bahan-ba-han tersebut diperoleh dari kebun percobaan program studi Pengelolaan Perkebunan Po-liteknik Indonesia Venezuela Bahan-bahan lainnya adalah aquades, eter, NaOH 1%, dan H2SO4 25% yang diperoleh dari laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, erlenmeyer dan gelas piala merk Pyrex, oven merk J Labtech, sen-trifuge merk Gyrozen Type 2236HR, neraca analitik merek Matler Toledo type AL204, ayakan, hammer mill JFS-2000, waterbath DSB-500E merk Daihan Labtech, desikator DN 300 merk ini menggunakan Rancan-gan Acak Lengkap RAL dengan pola fak-torial 3x3 yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu penger-ingan B. Faktor varietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Setiap perlakuan di-lakukan 3 kali Pati Ubi JalarPada penelitian ini terdapat beberapa prosedur yang dilakukan untuk memperoleh pati ubi jalar. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan pati ubi jalar adalah masing-mas-ing 500 g ubi jalar dari varietas lokal, muara, jago, dan sukuh disortasi dari yang busuk dan rusak akibat gesekan maupun serangan hama. Kulit dibersihkan dari kotoran seperti tanah, pasir, dan lainnya dengan menggu-nakan air, kemudian kulit dikupas dengan menggunakan pisau dan umbi dicuci agar bersih dari lendir yang terdapat pada lapisan luar, lalu umbi direndam dalam air selama 1 jam dengan tujuan untuk melunakkan jarin-gan umbi agar umbi lebih mudah diparut. Se-lanjutnya umbi digiling menggunakan mesin penggiling dan hasilnya berupa bubur umbi. Bubur umbi yang diperoleh diekstraksi den-gan air sebanyak 1 bagian bubur dengan 2 bagian air, diaduk-aduk agar pati lebih ban-yak terlepas dari sel umbi. Kemudian bubur umbi disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati dan ampas tertinggal pada kain saring. Sus-pensi pati dibiarkan mengendap didalam wadah pengendapan selama 8 jam. Pati akan mengendap, selanjutnya dilakukan penirisan untuk memisahkan pati dengan cairan. En-dapan pati dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 °C, 50 °C, dan 60 °C selama 6 jam selanjutnya didinginkan. Setelah proses pengeringan selesai maka akan dihasilkan pati kasar dan dilakukan pengecilan ukuran menggunakan hammer mill, maka hasil dari penepungan diayak dengan ayakan beruku-ran 80 mesh sehingga dihasilkan pati ubi jalar Sifat FisikoKimia Pati Ubi JalarParameter pengamatan yang dilaku-kan pada sifat sikokimia pati ubi jalar ini meliputi rendemen, penentuan suhu gelati-nisasi Kartikasari et al., 2016, swelling power Swinkels, 1987, kadar air Apriyantono et al., 1989, kadar abu Sudarmadji et al., 1996, kadar pati Apriyantono et al., 1989, dan uji organoleptik terhadap warna Soekarto, 1985. Analisis DataSemua data yang disajikan dalam pe-nelitian ini dianalisis menggunakan analisis sidik ragam atau Analysis of Variance ANO-VA dengan software SPSS 2010. Apabila has-il ANOVA menunjukkan adanya perbedaan pada perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil BNT dengan taraf 5%.HASIL DAN PEMBAHASANRendemenRendemen merupakan nisbah antara hasil yang diperoleh dengan bahan dasarn-ya. Rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara dengan rende-men rata-rata Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terha-dap rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan. Suhu pengeringan dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata ter-hadap rendemen pati ubi jalar yang dihasil-kan. Hasil uji Beda Nyata Terkecil BNT rendemen dengan pengaruh varietas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukkan bahwa ren-demen pati ubi jalar tertinggi diperoleh dari varietas sukuh yaitu sedangkan Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]36rendemen pati terendah diperoleh dari vari-etas muara yaitu Menurut Suismono 2002, rendemen pati ubi-ubian umumnya rendah, seperti rendemen pati ubi kayu tap-ioka, pati ganyong, dan pati ubi jalar mas-ing-masing sebesar 25%, dan Menurut Rahman et al. 2015, pada proses produksi pati, ekstraksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas rendemen pati yang dihasilkan. Rendemen pati sangat berhubungan dengan kadar pati yang terkandung dalam ubi kayu. Perbedaan rendemen pati yang dihasilkan diduga disebabkan dari perbedaan kadar pati bahan dasarnya. Adapun kadar pati segar masing-masing varietas ubi jalar yaitu lokal muara jago dan sukuh Ginting et al., 2005; Ginting et al., 2014; Ginting et al., 2018. Namun, kadar pati setelah ekstraksi pada penelitian untuk varietas sukuh lebih tinggi daripada varietas muara sehingga rendemen pati yang dihasilkan varietas sukuh lebih banyak daripada varietas muara. Proses ekstraksi dan penirisan pati juga akan mengakibatkan susut bobot pati akan semakin berkurang sehingga akan mempengaruhi rendemen dari pati ubi jalar yaitu berkurangnya rendemen yang dihasil-kan. Perbedaan rendemen yang dihasilkan juga telah terlihat pada proses penirisan endapan pati, dari keempat varietas yang digunakan, varietas muara, menghasilkan endapan pati yang lebih sedikit dan tekstur endapan lebih lembek dibandingkan vari-etas sukuh, jago, dan lokal yang endapannya lebih banyak dan padat. Rahayuningsih et al., 2012 menambahkan bahwa rendemen pati ubi jalar dipengaruhi oleh sifat genetik varie-tas, umur panen, dan juga lingkungan GelatinisasiBerdasarkan penelitian diperoleh suhu gelatinisasi pati ubi jalar dari berbagai varie-tas dan suhu pengeringan berkisar antara 61–72 °C dengan nilai rata-rata suhu gelatinisasi °C. Hasil analisis sidik ragam suhu gelatinisasi menunjukkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh nyata terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar, sedangkan suhu pengeringan dan interaksi keduanya berpen-garuh tidak nyata terhadap suhu gelatinisasi pati. Gambar 2 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar. Suhu gelatinisasi tiap-tiap pati berbeda dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Pada saat granula pati yang terdapat di dalam tepung mulai pecah, maka akan diperoleh suhu gelatinisasi pati. Semakin rendah suhu gelatinisasi, waktu gelatinisasi juga semakin pendek Dewi et al., 2012. Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi terendah diperoleh dari varietas muara, sedangkan suhu gelatinisasi tertinggi diperoleh dari varietas sukuh. Kisaran suhu gelatinisasi tersebut sesuai dengan kisaran yang dikemukakan Moorthy 2004, yaitu sekitar °C. Suhu gelatinisasi memiliki hubungan dengan kadar amilosa pati, dima-na semakin tinggi kadar amilosa pati, maka pada umumnya suhu gelatinisasi semakin tinggi Fennema, 2008. Tingginya suhu gelatinisasi mengindikasikan adanya ke-beradaan pati yang resisten untuk mengem-bang Maninder et al., 2006.Swelling PowerSifat dasar granula pati adalah ke-mampuannya membengkak swelling dan menghasilkan pasta. Bila suspensi pati dari granula pati dipanaskan diatas suhu gelati-nisasi, maka granula pati akan sangat me-nyerap air dan mengembang beberapa kali lipat. Peristiwa ini bersifat dapat balik irre-versible Antarlina, 1999.Swelling power pati ubi jalar yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara dengan rata-rata Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas ubi jalar dan suhu pengeringan ber-pengaruh sangat nyata terhadap nilai swell-ing power pati ubi jalar, sedangkan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai swelling pow-er pati ubi jalar. Gambar 3 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap nilai swelling power. Gambar 3 memperlihatkan bahwa nilai swelling powertertinggi diperoleh dari varietas sukuh yaitu dan swelling power teren-dah diperoleh dari varietas lokal yaitu Tingginya nilai swelling power varietas sukuh diduga karena sukuh memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi daripada varie-tas lainnya. Semakin tinggi kandungan amilo-pektin maka akan semakin banyak menyerap air. Haryadi 1993 menyatakan bahwa ami-lopektin pada umumnya merupakan penyu-sun struktur utama granula kebanyakan pati. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]37Gambar 1. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap rendemen pati ubi jalar BNT = KK = 2. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar BNT = KK = 3. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap swelling power pati ubi jalar BNT = 061, KK = 1,19% Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]38Gambar 4. Pengaruh suhu pengeringan terhadap swelling power pati ubi jalar BNT = KK = 5. Pengaruh varietas ubi terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]39Gambar 7. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar pati ubi jalar BNT = KK = 8. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap warna pati ubi jalar BNT = KK = 1. Varietas ubi jalar Suhu Pengeringan40 oC 50 oC 60 oClokal a b b b a ab b ab Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]40Bagian ini merupakan susunan yang kurang kompak atau amorf sehingga lebih mudah dicapai oleh air. Santosa et al. 1997 juga telah meneliti daya mengembang swelling power pati yang diperoleh dari dua varietas ubi jalar yaitu varietas bentul yang berdaging umbi me-rah dan varietas ciceh yang berdaging umbi putih. Hasil penelitian tersebut menunjuk-kan bahwa varietas ciceh daya mengem-bangnya lebih tinggi yaitu sekitar dibandingkan varietas bentul sekitar Hal ini disebabkan karena kadar amilopektin varietas bentul lebih rendah dibandingkan varietas 4 memperlihatkan bahwa nilai swelling pati ubi jalar tertinggi diperoleh pada pengeringan dengan suhu 60 °C sedangkan nilai swelling power terendah diperoleh pada pengeringan dengan menggunakan suhu 40 °C. Tingginya nilai swelling power pada pen-geringan 60 °C kemungkinan disebabkan pada saat pati basah dikeringkan dengan suhu 60 °C terdapat sebagian granula yang telah mengalami gelatinisasi. Biasanya pati yang telah tergelatinisasi memiliki kemamp-uan menyerap air yang lebih besar. Winarno 1995 menyatakan bahwa pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekulnya tidak dapat kem-bali lagi ke sifat asal. Pati yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air bahkan dalam jumlah yang lebih besar dibanding-kan dengan pati yang belum tergelatinisasi. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka nilai swelling power akan semakin AirKadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan yang dinyatakan dalam persen %. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan menyebabkan terjadinya pe-rubahan pada bahan. Kadar air pati ubi jalar dari berba-gai varietas dan suhu pengeringan berkisar antara dengan nilai rata-rata kes-eluruhan Hasil analisis sidik ragam kadar air pati ubi jalar menunjukkan bahwa varietas ubi jalar dan suhu pengeringan ber-pengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air pati ubi jalar. Gam-bar 5 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar air pati ubi 5 dapat dilihat bahwa kadar air tertingi terdapat pada varietas muara yaitu sebesar sedangkan kadar air terendah diperoleh dari varietas lokal yaitu Tingginya kadar air pada varietas muara diduga karena pada varietas muara yang berdaging umbi merah memiliki kand-ungan air bahan yang lebih tinggi diband-ingkan dengan varietas lokal yang memiliki warna daging umbi kuning serta varietas jago dan sukuh yang berdaging umbi putih. Adanya perbedaan kandungan air air awal pada bahan, sehingga berpengaruh terha-dap kadar air pati yang dihasilkan. Adapun kadar air awal masing-masing varietas ubi jalar yaitu lokal muara jago dan sukuh Ginting et al., 2005; Ginting et al., 2014; Ginting et al., 2018.Suismono 1995 mengatakan bahwa kandungan air ubi jalar segar yang tertinggi dimiliki oleh ubi jalar dengan warna daging umbi merah yaitu sebesar ubi jalar dengan daging umbi putih sekitar dan kandungan air terendah dimiliki oleh umbi yang berwarna kuning yaitu Gambar 6 memperlihatkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh dari pengerin-gan dengan menggunakan suhu 40 °C. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar air pati ubi jalar yang dihasilkan juga se-makin rendah. Semakin tinggi suhu penger-ingan akan semakin besar energi panas yang dibawa oleh udara sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari per-mukaan bahan yang dikeringkan. Menurut Vallous 2002, pening-katan tekanan uap atau suhu pengeringan menyebabkan terjadinya penurunan kadar air bahan. Penurunan kadar air bahan akan sampai pada tititk kesetimbangan, dimana migrasi air dari permukaan bahan menuju udara kering mengakibatkan konsentrasi air dalam bahan pangan semakin lama, akan se-makin berkurang, dan mengakibatkan turun-nya tekanan uap. Perbedaan tekanan uap se-makin menurun maka penguapan air dalam permukaan bahan akan berkurang. Hal ini mengakibatkan kecepatan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan juga akan Abu Kadar abu bahan dapat diketahui dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi dan kemudian melaku- Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]41kan penimbangan zat yang tertinggal sete-lah proses pembakaran tersebut. Kandun-gan abu dan kompisisinya tergantung dari macam bahan Sudarmadji et al., 1994.Berdasarkan hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa kadar abu pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara dengan rata-rata keseluruhan Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa varietas ubi jalar, suhu pengeringan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Tabel 1. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu yang dihasilkan dari perlakuan antar varieatas ubi jalar dan suhu pengeringan hampir sama dan nilai kadar abu tersebut dapat dikatakan cukup tinggi, walaupun analisis sidik ragam tidak menun-jukkan pengaruh nyata. Menurut Sriwahyuni et al., 2017, kandungan abu yang dimiliki tepung ubi jalar adalah maksimal sebesar Namun pada penelitian, ini kadar abu yang diper-oleh lebih tinggi dari yang penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni et al., 2017 yaitu sehingga dapat dikatakan bahwa ka-dar abu yang dihasilkan masih terlalu tinggi dari persyaratan yang telah kadar abu dapat disebabkan pada saat proses penggilingan, kandungan mineral menjadi bertambah karena terjadinya gesekan dengan mesin penggiling. Kadar abu juga dapat menunjukkan kandungan bahan selain bahan organik. Kandungan abu mem-pengaruhi mutu pati ubi jalar yang dihasil-kan yaitu warna dan kandungan mineralnya. Kandungan abu yang terlalu tinggi dapat me-nyebabkan warna yang kurang baik pada Pati Kandungan pati ubi jalar yang diper-oleh pada penelitian ini berkisar antara dengan nilai rata-rata kadar pati secara keseluruhan adalah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh nyata ter-hadap kadar pati ubi jalar, sedangkan suhu pengeringan dan interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar pati yang dihasilkan. Gambar 7 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar pati ubi 7 dapat dilihat bahwa varietas ubi jalar yang memiliki kadar pati tertinggi diperoleh dari varietas sukuh dan kadar pati terendah diperoleh dari varietas muara Adanya perbedaan kadar pati tersebut diduga karena setiap varietas memiliki kandungan pati yang tidak sama. Warna daging umbi yang beragam ternyata juga mempengaruhi kadar pati yang dihasil-kan. Varietas sukuh yang berwarna daging umbi putih lebih tinggi kandungan patinya dibandingkan varietas muara yang berdag-ing umbi merah. Lingga 1986 menyatakan bahwa kandungan pati ubi jalar segar ber-beda tergantung dari warna daging umbi. Ubi jalar dengan warna daging umbi putih memiliki kandungan pati ubi jalar dengan warna daging umbi kuning sekitar dan ubi jalar dengan warna dag-ing umbi merah kandungan patinya sekitar Jane et al., 1999, kadar ami-losa dan amilopektin sangat berperan pada saat proses gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati. Imanningsih 2012 menambahkan bahwa gelatinisasi dan sifat pembengkakan dari setiap jenis pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur granula. Ketika pati dipanaskan bersama air berlebih diatas suhu gelatinisas-inya, granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang me-miliki kandungan yang lebih rendah. Namun pati yang berkadar amilosa tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membu-tuhkan energi yang lebih besar untuk gelati-nisasi Richana dan Sunarti, 2004.Uji Organoleptik WarnaPengujian organoleptik merupakan salah satu pengukuran secara langsung pada suatu produk sebagai data kualitatif meng-gunakan manusia sebagai alat ukur. Pengu-jian organoleptik yang digunakan pada pe-nelitian ini adalah uji hedonik yang disebut juga dengan uji kesukaan. Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadi ten-tang kesukaan atau ketidaksukaan. Penen-tuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor di-antaranya citarasa, warna, dan nilai gizinya. Tetapi faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan Winar-no, 1995.Pengujian organoleptik yang dilaku-kan pada pati ubi jalar menunjukkan bahwa Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]42rata-rata kesukaan panelis terhadap warna pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara penerimaan antara biasa sampai suka dengan rata-rata keseluruhan Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat penerimaan panelis pada warna pati ubi jalar. Sedangkan faktor suhu pengeringan dan interaksi antara kedu-anya memberikan yang tidak 8 menunjukkan bahwa pan-elis menyukai warna pati ubi jalar dari vari-etas muara dengan nilai organoleptik warna penerimaan antara biasa sampai suka. Hal ini diduga karena varietas muara yang berdaging umbi merah mengandung karoten yang lebih tinggi dibandingkan varietas jago, lokal, dan sukuh sehingga mempengaruhi warna dari produk pati yang merupakan prekursor vita-min A yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak dan pelarut lemak Andarwu-lan dan Koswara, 1992. Kadar karoten pada pati ubi jalar dapat diperkirakan dari war-nanya, kecuali ubi jalar ungu. Semakin kuat intensitas warna kuningnya semakin besar kandungan karotennya. Kandungan karoten ubi jalar paling tinggi diantara padi-padian dan umbi-umbian lainnya Sukirwan, 2000. Kadarisman 1985 juga menambahkan bahwa adanya senyawa-senyawa polipenol, asam askorbat, dan karoten menyulitkan memperoleh tepung pati berwarna putih yang jenis ubi jalar dapat dibuat men-jadi pati tetapi kualitas pati yang dihasilkan berbeda. Warna pati yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis dan warna umbi ubi jalar yang digunakan Sanifsoetan, 1987. Warna umbi jalar yang berbeda-beda mem-pengaruhi warna dari pati yang dihasilkan tetapi hal ini tidak membatasi penggunaan pati ubi jalar sebagai bahan baku industri karena dapat digunakan sesuai kebutuhan, misalnya pati ubi jalar yang berwarna ungu dapat digunakan untuk produk yang ber-warna coklat sedangkan untuk kue kering dapat digunakan pati yang berasal dari umbi yang dagingnya kuning atau putih Antar-lina, 1999.SIMPULANBerdasarkan pengaruh varietas ubi jalar, rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, dan kadar pati tertinggi diperoleh dari varietas sukuh dan diikuti oleh varietas jago, lokal, dan muara, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh dari pati ubi jalar varietas muara dan kadar air terendah dari varietas lokal. Berdasarkan perlakuan suhu penger-ingan, swelling power, dan kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu 60 °C, sedan-gkan swelling power dan kadar air terendah diperoleh dari perlakuan suhu 40 °C. Ber-dasarkan uji organoleptik, pati ubi jalar yang disukai panelis adalah pati ubi jalar varietas muara dengan nilai kesukaan peneri-maan antara biasa sampai suka.DAFTAR PUSTAKAAndarwulan, N, Koswara, S. 1992. Kimia Vi-tamin. Rajawali, JakartaAntarlina, SS. 1999. Pengaruh Umur Panen dan Klon Terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kimiawi Tepung Ubi Jalar. Tesis. Universitas Brawijaya. MalangAfriani, L, H. 2004. Pati termodikasi dibu-tuhkan industri makanan. Dilihat 2 Januari 2006. Alim, E. 2004. Mutu Cita Rasa Rengginang Berbasis Beras Aromatik dengan Me-tode Pengeringan Berbeda. Skripsi. IPB. BogorApriyantono, AD, Fardiaz, l, Puspitasari, Se-darnawati, Budiyanto, S. 1989. Petun-juk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, BogorDewi, N, -S., Utami, -R., Riyadi, N, -H., 2012. Aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak melinjo Gnetum gemon L. Jur-nal Teknologi Hasil Pertanian. 5, 104-112. OR. 2008. Food Chemistry. CRC Press, New YorkGinting, -E., Widodo, -Y., Rahayuningsih, S, -A., Jusuf, -M., 2005. Karakteristik pati beberapa varietas ubi jalar. Jurnal Tan-aman Pangan. 24, 8-18. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk] -E., Yulianti, -R., Jusuf, -M., 2014. Ubi jalar sebagai bahan diversikasi pangan lokal. Jurnal Pangan. 23, 194-207. -E., Yulianti, -R., Elisabeth, D, A, -A., 2018. Karakteristik sik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut ka-limantan selatan. Buletin Palawija. 16, 36-45. 1993. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi pati. Agritech. 13, 37-42Histifarina, -D, Sinaga, R, -M., 1999. Pen-garuh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortel. Buletin Pasca Panen Hortikultura. 1, 25-30Immanningsih, -N., 2012. Prol gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makan. 35, 13-22Jane, -J., Chen, Y, -Y., Lee, L, -F., McPherson, A, -E., Wong, K, -S., Radosavljevics, -M., Kasemsuwan, -K., 1999. Effect of amylopectin brain chain length and amylose content on the gelatinization and pasting properties of starch. Cereal Chemistry. 765 629 – 637. -M., Antarlina, S, -S, Supriantin, Ir-fansyah, Suripan. 1998. Daya dukung klon-klon atau varietas ubi jalar untuk produk-produk pangan. Lokakarya Nasional Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi Terigu, Balai Penelitian Tanaman Aneka Ka-cang dan Umbi, MalangKadarisman. 1985. Pengaruh Penambahan Kapur, Jumlah Air Ekstraksi dan Lama Pengendapan Terhadap Rendemen dan Mutu Pati Ubi Jalar. Tesis. IPB. BogorKartikasari, S, -N., Sari, -P., Subagio, -A., 2016. Karakterisasi sifat kimia, prol amilogra RVA dan morfologi gran-ula SEM pati singkong termodikasi secara biologi. Jurnal Agroteknologi. 10, 12-24. P. 1986. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya, JakartaManinder, -K., Sandhu, K, -S., Singh, -N., 2006. Comparative study of the fuc-tional, thermal, and pasting properties of ours from different eld pea Pisum sativum L. and pigeon pea Cajanus ca-jan L. cultivars. Food Chemistry. 104, 259-267. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas grano-la. Jurnal Teknologi dan Industri Perta-nian Indonesia. 3426-30. TR. 1989. Teknologi Proses Pengola-han Pangan. IPB, BogorMoorthy, SN. 2004. Tropical sources of starch’. Dalam AC Eliasson ed. Starch In Foods, Structure, function and applica-tions. CRC Press, New YorkNovary, EW. 1997. Penanganan dan Pengola-han Sayuran Segar. Penebar Swadaya, JakartaRahayuningsih, S, A, Jusuf, M, Wahyuni, T, S. 2012. Perkembangan umbi dan pembentukan pati klon-klon harapan ubi jalar kaya β-karotin dan antosianin pada berbagai umur panen. Prosid-ing Seminar Hasil Penelitian Tanaman Anekan Kacang dan Umbi, Balai Pe-nelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, pp. 580-589Rahman, -N., Fitriani, -H., Hartati, S, -N., 2015. Seleksi ubi kayu berdasarkan perbedaan waktu panen dan ini-siasi kultur in vitro. Prosiding Semi-nar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1, 1761-1765. -N., Sunarti, T, -C., 2004. Karak-terisasi sifat sikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen. 1, 29-37. B, A, S, Narta, Widowati, S. 1997. Studi karakteristik pati ubi jalar. Pro-siding Seminar Teknologi Pangan, Dena-pasar, Bali, pp. 301-307 Sriwahyuni, M, -N., Wijaya, -M., Kadirman. 2017. Pemanfaatan tepung ubi jalar Ipomea btatas L berbagai varietas se-bagai bahan baku pembuatan kue bolu kukus. Jurnal Pendidikan Teknolo-gi Pertanian. 3, 60-71. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]44Suismono. 2002. Kajian teknologi pembuatan tepung dan pati umbi-umbian untuk menunjang ketahanan pangan. Ma-jalah pangan media komunikasi dan infor-masi. 37, 37-49Sukirwan, Q, N. 2000. Ubi jalar kurangi resiko buta. Dilihat 2 Januari 2006. Sanifsoetan. 1987. Ubi Jalar. Balai Pustaka, Ja-kartaSoekarto, T. 1985. Penilaian Organoleptik Un-tuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, JakartaSwinkles, J, J, M. 1987. Source of Starch, Its Chemistry and Physics’. Dalam Van Beynum GMA dan Roels JA. Starch Convertion Technology. Marcel Dekker, New YorkSudarmadji, S, B, Haryono, Suhardi. 1994. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. PAU UGM, YogyakartaValous, -N., Gavrielidou, M, -A., Karapant-sio, T, -D., Kostoglou, -M., 2002. Per-formance of a double drum dryer for producing pregelatinized maize starches. Journal of Food Engineering. 51, 171–183. FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Chem. 765629–637 Structures and properties of starches isolated from different botanical sources were investigated. Apparent and absolute amylose contents of starches were determined by measuring the iodine affinity of defatted whole starch and of fractionated and purified amylopectin. Branch chain-length distributions of amylopectins were analyzed quantitatively using a high-performance anion-exchange chromatography system equipped with a postcolumn enzyme reactor and a pulsed amperometric detector. Thermal and pasting properties were measured using differential scanning calori-metry and a rapid viscoanalyzer, respectively. Absolute amylose contents of most of the starches studied were lower than their apparent amylose contents. This difference correlated with the number of very long branch chains of amylopectin. Studies of amylopectin structures showed that each starch had a distinct branch chain-length distribution profile. Average degrees of polymerization dp of amylopectin branch chain length ranged from for waxy rice to for high-amylose maize VII. Compared with X-ray A-type starches, B-type starches had longer chains. A shoulder of dp 18–21 chain length of nm was found in many starches; the chain length of nm was in the proximity of the length of the amylopectin crystalline region. Starches with short average amylopectin branch chain lengths waxy rice and sweet rice starch, with large proportions of short branch chains dp 11–16 relative to the shoulder of dp 18–21 wheat and barley starch, and with high starch phosphate monoester content potato starch displayed low gelatinization temper-atures. Amylose contents and amylopectin branch chain-length distributions predominantly affected the pasting properties of functional, thermal and pasting properties of flours from field pea LFP-48 and PG-3 and pigeon pea AL-15 and AL-201 cultivars were determined and related to each other using Pearson correlation and principal component analysis PCA. Field pea flours FPF were significantly P < different from pigeon pea flours PPF in their lower ash and higher fat and protein contents. FPF also exhibited higher L∗, ΔE value, water solubility index WSI, oil absorption capacity OAC, foaming capacity FC and lower a∗, b∗ value, water absorption index WAI and water absorption capacity WAC in comparison to PPF. FPF differed significantly from PPF in exhibiting lower transition temperatures To, Tp, Tc, enthalpy of gelatinization ΔHgel, peak height index PHI and higher gelatinization temperature range R. PCA showed that LFP-48 and PG-3 flours were located at the far left of the score plot with a large negative score, while the AL-15 and AL-201 flours had large positive scores in the first principal component. Several significant correlations between functional, thermal and pasting properties were revealed, both by Pearson correlation and PCA. Pasting properties of the flours, measured using the rapid visco analyzer RVA, also differed significantly. PPF were observed to have higher pasting temperature PT, peak viscosity PV, trough viscosity TV, breakdown BV, final viscosity FV and lower setback viscosity SV as compared to jalar sebagai bahan diversifikasi pangan lokalE Html GintingR YulifiantiM JusufGambar 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = Ginting, -E., Yulifianti, -R., Jusuf, -M., 2014. Ubi jalar sebagai bahan diversifikasi pangan lokal. Jurnal Pangan. 23, 194-207. php/pangan/article/view/63/57Karakteristik fisik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut kalimantan selatanE GintingR YulifiantiD ElisabethGinting, -E., Yulifianti, -R., Elisabeth, D, A, -A., 2018. Karakteristik fisik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut kalimantan selatan. Buletin Palawija. 16, 36-45. dan pemanfaatan ilmu dan teknologi patiHaryadiHaryadi. 1993. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi pati. Agritech. 13, 37-42Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortelD HistifarinaR SinagaHistifarina, -D, Sinaga, R, -M., 1999. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortel. Buletin Pasca Panen Hortikultura. 1, 25-30Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakanN ImmanningsihImmanningsih, -N., 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makan. 35, 13-22Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas granolaMartunisMartunis. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas granola. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 3426-30. https//doi. org/
media pengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah yaitu